Oleh: Irma Yulianti
Pengalaman
saya selama mengenyam pendidikan sekolah formal tidak terlalu menyenangkan
dalam hal keberuntungan walaupun saya selalu mendapatkan juara kelas di
sekolah. Ketidakberuntungan itu saya rasakan
ketika menjelang akhir persekolahan. Memilih sekolah lanjutan yang akan
menjadikan kelanjutan studi saya berikutnya. Awal mula cerita
ketidakberuntungan saya yaitu pertama kali dimulai pada saat saya mengakhiri
persekolahan sekolah dasar. Pada waktu itu menjelang kelulusan kelas enam,
wali-wali murid tiap kelas membimbing para murid mencari informasi tentang
sekolah-sekolah yang akan mereka pilih untuk kelanjutan studi mereka di sekolah
menengah pertama. Saat itu, saya sudah merencanakan dan memilih sekolah
unggulan di Jakarta. Sekolah tersebut boleh dibilang sekolah favorit yang ada
di wilayah Jakarta Utara.
Kemudian
setelah berunding dengan orang tua tentang pilihan saya itu dan mereka
mendukung sepenuhnya pilihan tersebut. Waktu sudah semakin dekat untuk
pelaksanaan test kelanjutan studi. Saya pun mempersiapkan diri dengan belajar
semaksimal mungkin yang saya mampu. Beberapa waktu kemudian akhirnya saat yang
ditunggu-tunggu pun telah
tiba. Pada waktu itu saya memilih
sekolah favorit pilihan pertama. Namun sayang apa yang saya harapkan tidak
terjadi. Setelah pengumuman hasil test saya tidak mendapatkan sekolah favorit
malah mendapat sekolah yang saya tempatkan pada posisi kedua. Mungkin ini sudah
nasib saya seperti itu. Maka saya pun mengambil kesempatan itu dan meneuskan di
sekolah yang saya dapatkan berdasarkan pilihan kedua.
Di
sekolah menengah pertama pun saya tidak jauh berbeda pada waktu SD. Saya masih
pemalu dan Alhamdulillah saya selalu mendapatkan juara tiga besar di kelas.
Walaupun saat itu dikelas banyak dari teman-teman saya yang pintar dan banyak
saingannya. itu berkat ketekunan dan keuletan saya dalam belajar. Namun,
lagi-lagi saya tidak beruntung sama seperti yang saya alami waktu saya SD.
Setelah lulus Smp saya berencana meneruskan ke sekolah menengah atas. Tentu
saja saya masih mengharapkan untuk bisa masuk sekolah unggulan dan favorit yang
ada di wilayah Jakarta Utara. Maka dari itu saya belajar lebih giat apalagi di
tahun saya sekolah pada waktu itu nilai standar kelulusan UN naik. Siap tidak
siap saya harus bisa lulus dari UN agar bisa meneruskan sekolah yang saya
inginkan.
Menjelang
UN pun saya menyempatkan diri selalu beribadah dan berdoa supaya diberi
kemudahan dalam menjawab soal-soal UN. Alhamdulillah doa saya dikabulkan oleh Allah. Saya lulus UN dan
mendapatkan nilai UN yang cukup baik.
Baru kemudian setelah itu saya pun mulai menyibukkan diri mencari informasi
mengenai sekolah-sekolah yang akan menjadi tujuan kelanjutan studi saya.
Setelah cukup mencari informasi kemudian saya mengikuti seleksi masuk SMA. Saya
memasukkan urutan pertama yaitu pada sekolah favorit dan ungggulan. Ketika itu
saya berada dalam kondisi antara yakin dan tidak yakin apakah saya bisa masuk
atau tidak ke sekolah itu. Akhirnya waktu yang di tunggu-tunggu pun tiba.
Perasaan was-was dan mendebarkan jantung bersiap menerima pengumuman itu. Tak
sabar melihat pengumuman itu saya langsung mendatangi sekolah terdekat yaitu
tempat dimana saya mendaftarkan untuk masuk SMA. Di mading terpampang nama saya
di urutan sekian mendapatkan sekolah urutan kedua yang di pilih.
Astaghfirullah, saya gagal lagi untuk masuk kedua kalinya. Menurut informasi
yang saya dapat bahwa sekolah yang saya pilih di urutan pertama mensyaratkan
standar nilai UN untuk masuk sangat tinggi. Tentu nilai saya masih kurang
sedikit untuk masuk ke sekolah tersebut belum lagi tergeser-geser oleh nilai
yang lain karena banyak pesaingnya. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil
peluang itu. Saya menerimanya dengan ikhlas.
Ketidakberuntungan
itu tidak berakhir sampai disini saja. Kegagalan itu berulang lagi ketika saya
mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri. Saat itu saya mengikuti ujian
masuk bersama (UMB) lima perguruan tinggi negeri. Saya memilih PTN bergengsi di
Indonesia pada urutan pertama. Dengan perjuangan dan pengorbanan tenaga,
pikiran, dan finansial saya akhirnya mengikuti tes UMB tersebut. Dan hasil
pengumuman tes UMB tersebut namun lagi-lagi saya harus sedikit bersabar karena
saya tidak lolos seleksi UMB. Hati dan perasaan saya saat itu sangat
sedih dan kecewa. Saya tidak mau terlarut dalam kesedihan terlalu lama. Saya
terus berjuang karena masih ada kesempatan kedua untuk saya untuk bisa masuk
PTN salah satunya mengikuti SNMPTN (
seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri) di tahun yang sama saat
mengikuti UMB. ketika mengikuti test tersebut saya sedikit yakin bisa masuk
PTN pilihan pertama karena pada saat
mengerjakan soal-soal ada banyak soal yang bisa saya jawab. Setelah tiba waktu pengumuman, saya langsung
memberi koran untuk melihat hasil pengumumannya. Dan Alhamdulillah saya
diterima walaupun bukan pilihan pertama. Saya lulus SNMPTN dengan mendapatkan
PTN pada pilihan kedua. Saya agak sedikit kecewa. Saya berada dalam kondisi
kebimbangan apakah saya mengambil kesempatan itu atau tidak. Setelah
berpikir-pikir akhirnya saya mengambil kesempatan itu walaupun pada pilihan
kedua. Saya lagi-lagi harus ikhlas terhadap apa yang menimpa diri saya. saya
yakin ini mungkin sudah jalan saya seperti ini. Saya berpikir positif terhadap diri
sendiri mungkin belum episode saya untuk dapat meraih mimpi saya. Dan
kemungkinan pula apa yang belum pernah saya dapatkan dulu akan kemungkinan saya
dapatkan pada waktu dan tempat berbeda di masa yang akan datang. Kegagalan itu suatu proses untuk menuju
keberhasilan!.
Saat
ini dan hingga sekarang saya masih duduk dibangku kuliah. Sedih dan senang
selalu hadir menemani hari-hari kehidupan saya. Saya bisa seperti sekarang karena ada peran
keluargalah yang membantu saya. Peran keluarga bagi saya sangat besar, tanpa
kebaikan mereka mungkin saya tidak berada di bangku kuliah. Mungkin saat ini
saya, belum bisa memberikan apa-apa dan belum memberikan yang terbaik buat
mereka. Tapi saya yakin suatu saat nanti, saya akan memberikan kado terindah
buat mereka. keyakinan saya itu semakin kuat saat dimana ketika saya
merenungkan dan bertanya diri sendiri, apa yang mau dibanggakan dari diri saya,
belum bisa memiliki potensi yang bisa dibanggakan, diri ini begitu lemah tak
berdaya. Di saat seperti itulah perasaan ‘bangkit’ muncul mengiringi jiwa yang
terpuruk. Sejuta harapan dan cita menggelorakan semangat totalitas perjuangan
menuju pengembangan diri.
Setiap
manusia pasti ingin mempunyai kehidupan yang lebih baik dan sejahtera di masa
mendatang. Begitu pun dengan saya, kehidupan yang saya inginkan adalah
kehidupan yang memang benar-benar dapat memberikan makna dan manfaat bagi diri,
keluarga dan orang lain. Menjalani hari-hari dengan menggali dan mengembangkan potensi diri karena saya
menyadari masih banyak kekurangan dalam diri yang perlu dibenahi. Menjadi
manusia pembelajar yakni menjadi manusia yang terus belajar sepajang hayat,
mengukir sejuta prestasi, meretas asa meraih cita dengan semangat pengorbanan
dan perjuangan tanpa kenal lelah. Serta mereformasi diri secara revolusioner
untuk menuju suatu perubahan besar. Meminjam kutipan Dave Meier ”pembelajaran
adalah perubahan. Bila tak ada waktu untuk berubah berarti tak ada pembelajaran
sejati”, yang berarti bahwa setiap kali kita belajar menyelami hakikat diri dan
kehidupan kita maka disanalah aliran perubahan akan mengalir dalam diri kita.
Untuk mendapatkan apa yang kita inginkan
dan kita harapkan, perlu usaha keras dan sebuah tindakan riil untuk mewujudkan
semua itu. Dengan berbagai pengetahuan yang saya dapat dari buku-buku yang saya
baca tentang motivasi dan pengembangan diri, saya mendapatkan sebuah pencerahan
bagaimana memotivasi diri dan melejitkan diri menuju perubahan besar. Terbesit
dalam pikiran saya bahwa dalam mewujudkan cita-cita dan harapan tidak cukup
hanya dengan sebuah keyakinan dan semangat yang menggebu-gebu namun harus
diiring dengan tindakan besar untuk dapat mewujudkannya.
Dihari-hari
dimana ketika kondisi saya sedang tidak bersahabat diliputi oleh kesedihan
akibat peristiwa-peristiwa yang membuat ku malu akan kondisi diri ku sendiri.
Meratapi kesedihan diri yang begitu lemah tak berdaya. Disaat seperti itulah
saya selalu menyempatkan diri untuk intropeksi diri dan merenung pada malam
hari. Bermonolog dengan segudang pemikiran dan imajinasi memenuhi ruang
pikiranku. Mencoba untuk menyemangati dan memotivasi diri. Tak hanya itu saya
pun juga menyempatkan diri untuk mencoba membuat sebuah puisi sekedar untuk
mengeluarkan ekspresi kesedihan ku lewat secarik kertas. Ya, puisi menurut saya salah satu sarana untuk
berekspresi melepaskan rasa jenuh dalam diri kita. Selain itu puisi juga
merupakan sarana untuk berkarya memperkaya rasa seni dan keindahan bahasa.
Itulah
gambaran pengalaman saya ketika menghadapi sebuah asa yang tak pernah sampai
dalam menggapai mimpi dan cita. Namun, saya menganggap itu tidak lebih dari sebuah pengalaman. Seperti kata
pepatah ”pengalaman adalah guru terbaik”. Secara umum makna dari “Pengalaman
adalah guru terbaik” yaitu suatu kejadian atau peristiwa yang menimpa
perjalanan hidup kita pada masa yang telah lewat baik peristiwa
menyenangkan maupun tidak menyenangkan, kemudian atas kejadian atau peristiwa
tersebut kita jadikan sebagai suatu pelajaran, peringatan dan motivasi
yang berharga dalam menyikapi dan menentukan langkah perjalanan hidup
berikutnya.
Pengalaman diri sendiri baik itu menyenangkan atau tidak kita dapat belajar memaknai hidup dengan mempelajari dan
mengambil hikmah dari kejadian atau peristiwa yang menimpa diri kita sendiri.
Bila yang menimpa itu sesuatu yang menyenangkan, maka hal itu tidaklah masalah
karena telah sesuai dengan apa yang kita harapkan sebelumnya. Akan tetapi bila
yang menimpa diri kita adalah sesuatu yang tidak menyenangkan bahkan
menyakitkan, maka hal itu akan selalu tertanam dalam benak kita sepanjang kita
belum bisa melepaskannya.
Dengan demikian jadikanlah pengalaman pribadi
sebagai guru terbaik yang dapat memberikan pelajaran dan hikmah yang dapat kita
petik serta berkaca pada pengalaman setiap saat ketika melakukan sesuatu untuk
masa depan. Tetap bersabar
dan berkontemplasi jika kita mengalami keburukan yang menimpa diri kita.
Prinsip dan komitmen kita akan
menentukan kondisi harapan kita pada masa yang akan datang dengan berkaca pada
pengalaman pribadi dan berusaha belajar memetik hikmah dari pengalaman orang
lain.
Walaupun saya kerapkali mendapatkan kegagalan
dalam masalah studi saya dulu, namun saya yakin bahwa kegagalan itu hanya
sebuah proses menuju kesuksesan. Tidak ada kesuksesan berjalan mulus tanpa ada
kegagalan yang dilandasi dengan sebuah perjuangan dan pengorbanan untuk sampai
pada titik gapaian mimpi kita. Saya yakin bahwa ada hikmah terpendam di dalam
setiap kegagalan setiap manusia. Tinggal bagaimana kita memanagemen diri secara
sungguh-sungguh.
Maka dari itu jangan pernah berhenti untuk
bermimpi sekalipun mimpi itu bagi kita mustahil dapat kita wujudkan. Jangan berkecil hati. Teruslah bermimpi.
Ketahuilah tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini dapat kita wujudkan. Jadi
teruslah bermimpi dan raih masa depanmu dengan kesungguhan hati karena mungkin
mimpi dan cita yang kau gapai hanya tinggal sekejap di depan matamu.
Terkadang terpaan badai goncangan yang
melemahkan jiwa seringkali menimpa setiap manusia. Dengan terpaan badai itu
manusia seringkali mengalami down atau penurunan motivasi hidup. Adakalanya
mengalami disorientasi atau tidak tahu tujuan dan arah hidupnya. Tentu setiap
manusia pasti pernah mengalami saat-saat seperti itu. Kekecewaan dan
keputusasaan telah mengendurkan semangat hidup. Bahkan tak jarang membuat
impian yang diimpikan-impikan terhenti di tengah jalan akibat tidak tahu apa
yang harus diperbuat. Jika sudah berhenti bermimpi apa boleh buat, yang ada
hanyalah tinggal hidup tanpa mimpi dan
cita. Menjadikan hidup tidak memiliki makna apapun.
Hidup itu suatu proses, seseorang bisa
meraih impiannya bukanlah secara instan. Butuh proses yang terus menerus tanpa
kenal lelah untuk menyelami berbagai rintangan dan hambatan yang menerpa. Ingat
hidup itu perjuangan!. So, let’s we have a sweet dreams!.
Note : Cerita ini adalah cerita asli yang
bersumber dari pengalaman penulis
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar