Kamis, 14 April 2011

PENDIDIKAN NON FORMAL DI NEGARA INDIA

A. Perkembangan Pendidikan di India
India telah menjadi pijakan utama dalam nilai-nilai pembelajaran dari masa ke masa. Namun demikian, ketika negara India memiliki beberapa universitas terbaik di dunia, seperti BITS, ISB, IITs, NITs, IISc, IIMs, AIIMS, mereka masih harus mengatasi tantangan dalam pemenuhan pendidikan dasar guna mencapai angka 100% melek huruf. Pendidikan dasar dan wajib yang bersifat universal, disertai dengan tantangan untuk menjaga anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk bersekolah, serta menjaga kualitas pendidikan di daerah pedalaman, menjadi kendala terberat untuk menuntaskan target tersebut.
Hingga kini hanya negara bagian Kerala yang telah melakukan pencapaian target tersebut. Seluruh tingkat pendidikan, mulai dari tingkatan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, menjadi perhatian khusus dari Department of Higher Education dan Departement of School Education and Literacy. Pada tingkatan tersebut diberikan subsidi sangat besar oleh Pemerintah India, meskipun terdapat wacana menjadikan pendidikan tinggi untuk mencari pembiayaan sendiri secara terpisah.
Menurut catatan pemerintah Inggris, pendidikan adat yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat India telah hilang pada abad ke-18 dengan suatu pola di mana terdapat satu sekolah untuk setiap kuil, masjid atau desa yang berada hampir di seluruh wilayah negara India. Bidang pendidikan yang diajarkan pada saat itu meliputi teknik membaca, menulis, aritmatika, teologi, hukum, astronomi, metafisika, etika, ilmu kedokteran, dan agama. Sekolah-sekolah tersebut umunya diikuti oleh perwakilan pelajar dari seluruh lapisan masyarakat.
Sistem pendidikan India saat ini menggunakan pola dan substansi yang diadopsi dari negara barat, di mana pertama kali diperkenalkan oleh negara Inggris pada abad ke-19 yang merupakan rekomendasi dari Macaulay. Struktur tradisional tidaklah dikenal oleh pemerintahan Inggris dan struktur demikian telah dihapuskan pada saat itu juga. Mahatma Gandhi menjelaskan bahwa sistem pendidikan tradisional merupakan suatu pohon ilmu yang sangat indah, namun telah dihancurkan selama berkuasanya Inggris di negara tersebut. Sejarah mencatat bahwa universitas kedokteran pertama di negara bagian Kerala dimulai di Calicut pada tahun 1942-1943 pada masa perang dunia kedua. Dikarenakan kurangnya dokter untuk dapat diabdikan pada tugas militer, Pemerintah Inggris memutuskan untuk membuka cabang Universitas Kedokteran Madras di Malabar yang kemudian berada di bawah Kepresidenan Madras. Setelah berakhirnya perang, universitas kedokteran di Calicut ditutup dan para pelajar tersebut melanjutkan studinya di Universitas kedokteran Madras.
Dalam kurun waktu 1979-80, Pemerintah India melalui Departemen Pendidikan meluncurkan suatu program bernama Non-Formal Education (NFE) untuk anak-anak berumur kelompok 6 hingga 14 tahun yang tidak dapat bergabung dalam sekolah reguler. Anak-anak ini termasuk mereka yang putus sekolah, anak yang sedang bekerja, anak-anak dari area yang tidak terdapat akses untuk sekolah, dan sebagainya. Fokus utama dari pola ini ditujukan untuk sepuluh negara bagian yang memilik pendidikan terbelakang.. Selanjutnya, program ini diteruskan untuk daerah pedalaman termasuk daerah perbukitan, pedesaan, dan gurun di negara-negara bagian lainnya. Hingga kini program tersebut masih berlangsung di 25 negara bagian. 100% perbantuan diberikan kepada organisasi social secara sukarela untuk menjalankan pusat NFE tersebut.

Pembangunan Pendidikan di India terlihat sebagian besar setelah kemerdekaan. Sistem pendidikan di negara itu diubah ke tingkat yang besar dan itu terstruktur. Berbagai bentuk pendidikan diperkenalkan di masyarakat. Konstitusi Amandemen UU 86 disahkan oleh parlemen untuk menjadikan pendidikan sebagai hak dasar. Formal dan non formal sistem pendidikan dipopulerkan di India. Pendidikan Non-formal di India mencapai pengakuan di seluruh dunia. Kebijakan pendidikan ini diperkenalkan terutama di akhir 1960-an dan awal 1970-an. Pendidikan Non-formal di India adalah konsep pembelajaran yang berulang dan seumur hidup. Selain itu pendidikan non-formal tentang `mengakui pentingnya pendidikan, belajar dan pelatihan yang mengambil tempat di luar lembaga pendidikan yang diakui`.
Menurut Fordham empat karakteristik dapat dikaitkan dengan pendidikan non-formal yang meliputi: Relevansi dengan kebutuhan kelompok yang kurang beruntung, Peduli dengan kategori tertentu orang, fokus pada tujuan jelas dan Fleksibilitas dalam organisasi dan metode. Gagasan pendidikan non-formal di India mengacu pada pendidikan yang terutama terjadi di luar sekolah yang diselenggarakan secara formal. Selain itu, non-formal adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada keaksaraan dewasa dan melanjutkan pendidikan untuk orang dewasa. Kebijakan pendidikan lebih disukai oleh pedesaan serta masyarakat perkotaan karena tidak wajib dan tidak mengarah pada sertifikasi formal. Program Non-Formal pendidikan di India diluncurkan oleh Pemerintah India selama 1979-80.
Menurut Pendidikan Non-Formal atau lembaga pendidikan non formal ini dirancang untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak dari kelompok umur 6-14 tahun dan untuk mereka yang memiliki kendala dalam mengikuti sekolah reguler. Kebijakan pendidikan non formal juga membantu para pelajar yang putus sekolah, anak-anak kerja dan anak-anak dari daerah tanpa akses mudah ke sekolah. Kebijakan pendidikan diperluas ke seluruh bagian negara termasuk daerah kumuh perkotaan serta berbukit, suku dan daerah gurun. Program ini fungsional di semua negara bagian dan Union wilayah India dengan bantuan sukarela untuk pusat menawarkan pendidikan non formal.
B. Konstitusi India
“Hak untuk memperoleh pendidikan meliputi pendidikan dasar maupun menengah.”
- State of Maharastra Vs. Sant Dhayaneswar Shiksha (2006) 9 SCC 1 -
Menurut Mahkamah Agung India, hak untuk memperoleh pendidikan mengalir dari Pasal 21 Konstitusi India yang memuat tentang perlindungan untuk hidup dan kebebasan pribadi. Isi dan parameternya harus dideterminasikan dan tidak terlepas dari Pasal 41 yang menjamin hak untuk bekerja, bersekolah, dan pertolongan umum di berbagai kondisi. Pada Pasal 45 juga ditegaskan pendidikan gratis dan wajib untuk setiap anak hingga umur 14 tahun. Pengadilan Tinggi telah menyatakan bahwa Pasal-Pasal dari Konstitusi India tersebut dapat dilaksanakan oleh Negara Bagian baik melalui pendirian lembaga pendidikan, mendanai, memperkenalkan dan/atau mencarikan afiliasi untuk menyediakan lembaga pendidikan lainnya.
Perkara Uni Krishnan dan Perkara Mohini Jain merupakan dua perkara yang seringkali menjadi rujukan dalam hal ini. Perkara Uni Krishanan berbeda dengan Perkara Mohoni Jain, di mana dalam perkara tersebut hak untuk memperoleh pendidikan merupakan subyek yang dibatasi oleh kapasitas ekonomi dan pembangunan negara bagian. Setelah bertahun-tahun diputusnya perkara penting ini, situasi menjadi tidak sederhana untuk dipecahkan. Akibatnya, pemerintah mengeluarkan UU Amandemen Konstitusi (amandemen ke-68) pada tahun 2002 dengan menambahkan Pasal 21A. Pasal tersebut secara lengkap dapat dibaca sebagai berikut, “The State shall provide free and compulsory education to all children of the age of 6 to 14 years in such manner as the state mau, by law, determine”.
Ketentuan atas hak untuk memperoleh pendidikan menjadi terkedala untuk mememuhi ekspektasi semula ketika realitas di lapangan menunjukkan hal lain, khususnya realita terhadap masalah kemiskinan. Situasi di India dan seluruh perekonomiannya yang masih dan sedang berkembang yaitu memerangi kemiskinan, di mana terus menjadi akar sejarah perkembangan India. Kemiskinan melahirkan kemiskinan. Mata rantai dari kemiskinan meniadakan ratusan ribu anak-anak untuk memperoleh pendidikan. Progres suatu negara bergantung juga pada pembangunan dari populasinya. Pendidikan merupakan senjata utama untuk mencapai hal yang sama. Bagamanapun juga, penyebaran buta huruf di India akan terus berlanjut jika pemerintah tidak mengalirkan dana yang cukup untuk menjalankan lembaga-lembaga pendidikan miliknya. Setelah lima dekade dari kemerdekaannya, lebih dari 50% dari anak-anak mengalami putus sekolah. Jenis kelamin menjadi salah satu dari pembedaan yang signifikan dari buta huruf, di mana terkarakteristik oleh nilai dan sistem patriarki yang sangat kuat. Tingkat melek huruf mendekati angka 64% untuk laki-laki dan 39% untuk perempuan. Pendidikan adalah suatu nilai dari masyarakat yang berbudaya dan rendahanya mutu pendidikan menjadi salah satu alasan utama dari kejahatan yang sulit untuk ditoleransi.
Oleh karenanya, analisa terhadap Konstitusi India menguatkan adanya eksistensi pasal-pasal mengenai pemberian hak kepada setiap individu untuk mendidik dirinya sendiri. Pasal 45 menggambarkan ketentuan atas pendidikan gratis dan wajib bagi anak-anak. Negara harus berupaya keras untuk menyediakan, pendidikan gratis dan wajib untuk anak-anak hingga mereka berumur 14 tahun dalam jangka waktu sepuluh tahun dari permulaan Konstitusi tersebut. Konsistensi terhadap posisi pasal tersebut lebih menekankan kewajiban Negara daripada daripada orang tua. Undang-undang Wajib Pendidikan yang telah disahkan di 14 Negara Bagian dan 4 Wilayah Kesatuan menyisahkan persoalan impelemtasi akibat tekanan sosial-ekonomi yang menyebabkan anak-anak jauh dari sekolah.


C. Kebijakan Pendidikan India
Kebijakan Nasional Pendidikan 1986 merupakan satu dari beberapa langkah maju yang dilakukan melalui penyediaan pendidikan dasar dan rekomendasi atas pendidikan gratis dan wajib dalam rangka pemenuhan kualitas bagi seluruh anak hingga berumur 14 tahun sebelum abad ke-21. Tujuan dari universalisasi pendidikan dasar bersumber pada tiga aspek: Petama, akses dan pendaftaran secara universal; Kedua, daya ingat yang universal dari anak hingga umur empat belas tahun; dan Ketiga, membawa peningkatan substansial kualitas pendidikan yang memungkinkan seluruh anak untuk mencapai tingkatan yang esensial dalam belajar. Kebijakan pemerintah yaitu untuk memotivasi anak agar menghadiri kelas secara reguler dan untuk meningkatkan fasilitas dalam sistem persekolahan, menyediakan pelatihan untuk guru, dan meningkatkan kemahiran belajar dari anak; serta melaksankan pendidikan wajib dengan langkah-langkah yang mempunyai sanksi.

Upaya lainnya terhadap pemenuhan pendidikan gratis yaitu melalui Pemerintah Negara Bagian, yang telah secara aktif menghapuskan biaya sekolah pada Sekolah Negeri hingga sekolah dasar tingkat atas. Usaha-usaha juga telah dilaksanakan oleh badan-badan lokal dan institusi donor swasta untuk menjadikan pendidikan benar-benar gratis dalam segala hal.
Dalam perkara Coomon cause v. Union of India (Perkara No. 697 Tahun 1993), Pemohon menuntut kepada Pengadilan untuk meminta Pemerintah menyediakan segala fasilitas demi pencapaian target universal, pendidikan gratis dan wajib untuk anak hingga berumur empat belas tahun, paling lambat di akhir tahun 1999. Setelah mendengarkan keterangan para pihak, Hakim yang bersangkutan menolak untuk mengabulkan permohonan Pemohon dan menyarakan kepadanya untuk menarik kembali permohonan tersebut. Peluang untuk mengesahkan suatu undang-undang mengenai pendidikan gratis dan wajib serta implikasi dalam penerapannya telah dibahas dan menjadi diskursus yang sangat menarik selama sekian tahun. Setelah dilakukan analisa mendalam oleh berbagai ahli, wajib pendidikan dasar juga disadari akan membawa dampak positif terhadap penghapusan buruh anak.
Perkembangan setiap negara maju, dan kini diikuti oleh negara berkembang, mereka telah mendeklarasikan bahwa seluruh anak yang berumur enam hingga duabelas atau empatbelas tahun harus mengenyam pendidikan sekolah dasar. Terlepas dari seberapa besar kebutuhannya, tidak ada satu orang tua pun yang diizinkan untuk memutus pendidikan anak dari sekolah. Bahkan, sekolah yang dihadirinya akan dipantau oleh badan otoritas lokal dan pemerintahnya akan diwajibkan untuk menyediakan sekolah dasar dalam jarak yang wajar untuk seluruh anak dalam usia sekolah. Oleh karenanya, undang-undang yang dibuat memuat kewajiban secara spesifik bagi anak, orang tua, badan-badan lokal, dan pemerintah. Pegawai lokal, para pengajar, dewan pengurus sekolah dapat mengunjungi rumah orang tua sang murid yang telah memindahkan anaknya dari sekolah guna memberitahukan bahwa menghadiri kelas adalah wajib.
Dalam waktu beberapa tahun implementasi norma tersebut telah menyadarkan seluruh negeri India bahwa seluruh anak harus datang ke sekolah. Suatu norma seperti ini dapat lebih dilaksanakan oleh berbagai tekanan masyarakat dibandingkan tekanan oleh badan yang berwenang. Salah satu pandangan yang menguatkan ketentuan tersebut bahwa kebijakan ini merupakan ekspresi dari “political will” dan hal tersebut mengirimkan pesan kuat kepada masyarakat internasional bahwa India sangat serius dalam menghapuskan buruh anak.
Terdapat juga satu pemikiran lain yang meyakini bahwa ketentuan hukum dengan menyediakan pendidikan wajib mungkin bukan suatu solusi yang efektif untuk situasi dan keadaan di negara India. Pengalaman dari negara Afrika menunjukan bahwa legislasi seperti wajib sekolah seharusnya tidak diperkenalkan, hal mana terdapat tempat-tempat di mana anak ingin terdaftar di dalamnya tetapi mereka tidak dapat diterima karena minimnya infrastruktur dan ketersediaan ruangan. Negara-negara bagian di India yang hampir mendekati target universalisasi pendidikan dasar seperti di Kerala dan Tamil Nadu, legislasi akan dapat membantu mereka yang keluar dari sekolah. Pemikiran seperti ini memberikan argumen bahwa sangatlah penting untuk tidak hanya meningkatkan anggaran umum pada dunia pendidikan tetapi juga memperkenalkan cara-cara untuk mengurangi pembiayaan sekolah. Walaupun hal tersebut merupakan solusi yang parsial, menurut mereka, hal itu lebih penting untuk kepentingan orang tua yang mungkin merasakan bahwa kesempatan dan biaya sekolah masihlah sangat tinggi. Hal ini secara esensial dapat dilihat sebagai permasalahan sikap, yaitu sikap dari orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka, sikap negara terhadap buruh anak dan terhadap peningkatan kualitas sistem pendidikan. Suatu legislasi tidak dapat dengan sendirinya ditegakkan.Langkah-langkah kuat dalam hal penegakkan juga harus didirikan.
D. Kritik terhadap Sistem Pendidikan India
Pendidikan modern di India seringkali dikritisi karena mendasarkan pada sistem penghafalan. Penekanan ditujukan pada lulusnya nilai ujian dengan persentase yang tinggi. Beberapa institusi memberikan pentingnya pengembangan kepribadian dan kreativitas di antara pelajar. Akhir-akhir ini, pemerintah terbebani dengan menaiknya tingkat bunuh diri dari pelajar dikarenakan kegagalan dan rendahnya nilai, khususnya pada kota-kota besar di India, walaupun kasus seperti ini sangat jarang.
Banyak pihak yang juga mengkritisi terhadap kebijakan reservasi berdasarkan kasta, bahasa, dan agama dalam sistem pendidikan India. Pada kenyataannya hanya sedikit kasta rendah yang memperoleh manfaat dari reservasi tersebut dan juga terjadinya pemalsuan surat keterangan kasta dalam jumlah yang cukup banyak. Lembaga pendidikan juga memberikan kesempatan kepada kaum minoritas (selain Hindu) atau minoritas status bahasa. Lembaga seperti ini, 50% dari kursinya disediakan untuk pelajar dari agama tertentu atau mereka yang mempunyai bahasa ibu tertentu. Misalnya, banyak universitas dijalankan oleh Jesuist dan Salesian memiliki 50% kursi yang disedikan untuk agama Katholik.
Dalam hal bahasa, suatu lembaga dapat membuat ketentuan bagi para pengguna bahasa minoritas hanya pada negara bagian di mana bahasa tersebut bukanlah bahasa resmi. Contohnya, universitas teknik dapat menentukan sendiri sebagai lembaga bahasa minoritas (Hindi) pada negara bagian Maharashtra, di mana bahasa remsinya adalah Marathi, tetapi tidak bisa diterapkan di negara bagian Madhya Pradesh or Uttar Pradesh yang juga menggunakan bahasa resminya Hindi. Reservasi seperti ini di satu sisi memang menguntungkan kaum minoritas, tetapi di sisi lain dapat menjadi penyebab keretakan di antara banyak komunitas. Begitu banyak pelajar dengan nilai rendah diterima masuk, sedangkan mereka yang memiliki nilai baik terkadang tidak dapat diterima. Kritik dilayangkan bahwa reservasi seperti ini sangat mungkin menciptakan kerenggangan di tengah-tengah masyarakat. Korupsi yang menjamur di India juga menjadi wacana penting dalam sistem pendidikan India.

Pendidikan adalah fondasi dasar bagi setiap perbuatan ekonomi dan fondasi ini perlu dilindungi dari perbuatan korupsi dan diskriminasi berbasis elemen-elemen dalam masyarakat. Jika hal ini tidak segera diselesaikan, berbagai sistem pada pemerintahan akan melemah. Oleh karenanya Komisi Hukum India merekomendasikan agar kompleksitasnya sistem pendidikan di India untuk segera diperbaiki, jika tidak sistem peradilan di India pun bisa jadi membuat interpretasi keputusan yang beragam atas sistem yang telah ada.
E. Program Pendidikan nonformal

Dekat ibukota India (New Delhi), ada proyek operasi untuk menyediakan pendidikan non-formal untuk orang miskin & kehilangan bagian dari masyarakat. Program ini didedikasikan untuk anak-anak kurang mampu dan perempuan yang orangtuanya pernah menderita kusta. Komunitas ini tinggal di daerah tertentu Delhi NCR. Proyek-proyek ini juga bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dan menanamkan budi pekerti dan pengajaran tentang kesehatan kepada masyarakat kehilangan hak istimewa di bawah masyarakat khususnya perempuan dan anak-anak, yang sering ditolak dari identitas mereka di masyarakat.
Program ini memberikan kesempatan yang menyenangkan dan menantang bagi semua relawan yang ingin menjadi relawan di India. Pertama, Anda akan diberikan orientasi oleh staf India yang menyediakan Anda dengan kerangka konseptual tentang bagaimana untuk meminjamkan tangan untuk orang-orang ini. Kadang-kadang, kami akan mengumpulkan anak jalanan dan perempuan di daerah tertentu dan mengajar mereka. Kami telah memasukkan pada bagian ini. Kegiatan:

• Pengajaran Bahasa Inggris
• tips kesehatan Pengajaran yang baik & sopan santun.
• Ajari bahasa Inggris
• Ajari gambar, lukisan dan keterampilan lain yang Anda kenal dan
• Beberapa Layanan Berbagi Skill mungkin diharapkan
Relawan juga dapat membantu organisasi lokal dengan berbagai tugas seperti penyusunan dan memberikan proyek bekerja. Pekerjaan teknis meliputi penyusunan program, membuat / merancang program pelatihan, membantu penelitian masyarakat, dokumentasi dan mengatur pengajaran dan manual pelatihan untuk penggunaan lain. Anda juga akan diminta untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembangunan keterampilan pelatihan dan program pengajaran.


Di India juga terdapat lembaga-lembaga pendidikan non formal tepatnya di Propinsi Dimapur. Provinsi Dimapur ini telah mendirikan tiga pusat pendidikan Non-Formal yaitu : Pendidikan Non-Formal Pelatihan Kejuruan (NFVT ) di Golaghat, Assam (1995), Lembaga Pelatihan Kejuruan (BVTI) Maram, Manipur (2002), dan Don Bosco Pusat Pelatihan Kejuruan (DBVTC) di Dimapur, Nagaland (2003).

1. Non-Formal Pelatihan Kejuruan (NFVT), Golaghat
Don Bosco Non-formal Pusat Pelatihan dimulai pada tanggal 1 Mei 1995 dengan melihat untuk membantu anak putus sekolah di daerah, khususnya mereka yang berasal dari kebun teh. Joy Sebastian adalah direktur pertama dari pusat dibantu oleh Bro. James


• Program yang ditawarkan
Ketika pusat dimulai pada tahun 1995 ini menawarkan pelatihan di kabel, mengemudi, montir motor, pertukangan dan listrik. Saat ini, pelatihan yang ditawarkan di listrik, las, pertukangan, pipa saluran air dan batu. Kursus ini baik secara teori dan praktis. Di pusat pelatihan yang mereka terima tidak hanya dalam perdagangan tetapi juga membantu untuk tumbuh sebagai orang-orang berpikiran agama dan warga negara yang jujur. Sebagian besar siswa yang telah menerima pelatihan yang sudah bekerja. Banyak dipesan untuk kerja bahkan sebelum pelatihan berakhir.

2. Lembaga Pelatihan Kejuruan Bosco, Maram
Ini adalah lembaga pendidikan non-formal kedua pusat pelatihan di provinsi Dimapur. . Ini dimulai bersama dengan perguruan tinggi di Maram pada tahun 2002. Jose Palely adalah direktur dan Bro. James Yakobus Orappankal adalah direktur pusat asisten
• Program yang ditawarkan

Pusat ini menawarkan pelatihan pertukangan, pengelasan, handloom, tenun dan desain fashion. Meskipun pusat didirikan pada tahun 2002, Mereka yang menyelesaikan pelatihan di tenun di BVTI diberi pinjaman mesin tenun, dan tukang kayu diberi satu set alat. Para siswa yang datang untuk pelatihan senang untuk belajar dan dianjurkan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Mereka menunjukkan banyak minat belajar perdagangan mereka.

3. Don Bosco Pusat Pelatihan Kejuruan, Dimapur

Don Bosco Pusat Pelatihan Kejuruan di Dimapur, Nagaland adalah pusat pendidikan non-formal di provinsi Dimapur. Dimulai pada tahun 2003.
Tujuan DBVTC adalah untuk memberikan pelatihan kejuruan yang berkualitas sehingga memungkinkan para pemuda untuk mendapatkan pekerjaan atau bekerja sendiri dan dengan demikian melayani negara dan sesama manusia. Lembaga ini juga ingin memberikan pendidikan moral dan nilai untuk hidup. Pusat ini menawarkan program pelatihan perumahan kepada siswa.
• Program yang ditawarkan
Berbagai kursus yang ditawarkan di lembaga ini: mengemudi, las, pertukangan, mekanik motor, perbaikan roda 2 dan 3, rantai pembuatan link, pengolahan makanan, Vermiculture, kewirausahaan pedesaan, membuat batu bata, pertanian organik, budidaya jamur, perikanan, unggas, kandang babi dan duckery. Ada sekitar 40 siswa tinggal di pusat. Pekerjaan menerima banyak dorongan dari lingkungan. Para peserta bersedia untuk belajar dan mereka mengambil perdagangan dengan cepat
Pembangunan Pendidikan di India terlihat sebagian besar setelah kemerdekaan. Sistem pendidikan di negara itu diubah ke tingkat yang besar dan itu terstruktur. Berbagai bentuk pendidikan diperkenalkan di masyarakat. Konstitusi Amandemen UU 86 disahkan oleh parlemen untuk menjadikan pendidikan sebagai hak dasar. Formal dan non formal sistem pendidikan dipopulerkan di India. Pendidikan Non-formal di India mencapai pengakuan di seluruh dunia. Kebijakan pendidikan ini diperkenalkan terutama di akhir 1960-an dan awal 1970-an.

Non Formal Pendidikan di India pendidikan Non-formal di India adalah konsep pembelajaran yang berulang dan seumur hidup. Selain itu pendidikan non-formal tentang `mengakui pentingnya pendidikan, belajar dan pelatihan yang mengambil tempat di luar lembaga pendidikan yang diakui`. Menurut Fordham empat karakteristik dapat dikaitkan dengan pendidikan non-formal yang meliputi: Relevansi untuk kebutuhan kelompok-kelompok yang kurang beruntung, Peduli dengan kategori tertentu orang, fokus pada tujuan jelas dan Fleksibilitas dalam organisasi dan metode.

Gagasan pendidikan non-formal di India mengacu pada pendidikan yang terutama terjadi di luar sekolah yang diselenggarakan secara formal. Selain itu, non-formal adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada keaksaraan dewasa dan melanjutkan pendidikan untuk orang dewasa. Kebijakan pendidikan lebih disukai oleh pedesaan serta masyarakat perkotaan karena tidak wajib dan tidak mengarah pada sertifikasi formal. Pendidikan non formal cenderung menjadi negara yang didukung.

Program Non-Formal pendidikan di India diluncurkan oleh Pemerintah India selama 1979-80. Menurut Pendidikan Non-Formal atau lembaga pendidikan non formal ini dirancang untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak dari kelompok umur 6-14 tahun dan untuk mereka yang memiliki kendala dalam mengikuti sekolah reguler. Kebijakan pendidikan non formal juga membantu para pelajar yang putus sekolah, anak-anak kerja dan anak-anak dari daerah tanpa akses mudah ke sekolah. Kebijakan pendidikan diperluas ke seluruh bagian negara termasuk daerah kumuh perkotaan serta berbukit, suku dan daerah gurun. Program ini fungsional di semua negara bagian dan Union wilayah India dengan bantuan sukarela untuk pusat menawarkan pendidikan non formal.
Di India, pendidikan non-formal harus dilihat dalam dua konteks. Dilihat dari perspektif yang luas, kegiatan pendidikan non-formal akan mencakup berbagai macam program yang beroperasi di berbagai sektor kehidupan seperti kesehatan, pertanian, kesejahteraan keluarga, dan pengembangan keaksaraan. Dalam hal ini, termasuk ke dalam definisi yang diberikan oleh Joan Harbison. Namun, dilihat dari perspektif lain, pendidikan nonformal mengacu pada program India untuk mencapai pendidikan dasar universal melalui program paruh waktu untuk anak-anak usia sekolah yang sedang berlangsung. Melihat total keseluruhan kegiatan di bidang pendidikan non-formal di India, satu dapat mengklasifikasikan mereka di tiga kategori. Salah satunya adalah bidang pendidikan orang dewasa, yang jelas jatuh dalam kerangka luas pendidikan non-formal, mengingat tujuan dan metodologi organisasi dan implementasi. Satu set kedua kegiatan yang juga dimaksudkan untuk memotong sebagian besar orang dewasa di seluruh hambatan sektoral karena mereka meliputi kegiatan penyuluhan pertanian, kegiatan promosi kesejahteraan keluarga, program kesadaran umum pengembangan dan sebagainya. Ini merupakan seperangkat omnibus kegiatan pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan sektor-sektor yang berbeda yang dilakukan oleh pemerintah serta organisasi nonpemerintah. Set ketiga kegiatan tersebut secara eksklusif di bidang pendidikan dasar. Bahkan, inilah serangkaian kegiatan yang telah mendapat konotasi spesifik di kalangan profesional di India sebagai pendidikan non-formal. Sejalan dengan klasifikasi luas di atas, penelitian dalam pendidikan non-formal juga dapat dipandang sebagai milik tiga kategori. Tinjauan sepintas dari semua peneliti di bidang pendidikan non-formal yang dilakukan di India menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen dari mereka berada di bidang pendidikan dewasa. Di satu sisi, hal ini dapat dimengerti, sebagai program pendidikan orang dewasa memiliki sejarah yang relatif panjang di India. Saldo studi yang kurang lebih sama di-vided antara program-program untuk pendidikan dasar dan lain-lain. Menelaah 50 dan aneh penelitian tentang pendidikan non-formal diselesaikan di negeri ini hingga 1983, Palsane dan Rastogi (1983) terdengar nada optimisme yang tinggi, yang menyatakan bahwa daerahnya kini menarik perhatian dan kepentingan pekerja riset. Namun, jumlah yang relatif kecil studi penelitian yang sudah mendapat ditambahkan ke wilayah ini sejak saat itu tidak menggambarkan antusiasme tingkat tinggi antara para peneliti. Namun demikian, kuantum dari penelitian di bidang pendidikan non-formal telah menunjukkan kecenderungan meningkat dan perlu dibahas secara rinci. Dalam konteks ini bahwa berurusan dengan volume saat daerah ini di bawah dua bagian: satu secara eksklusif ditujukan untuk penelitian tentang pendidikan orang dewasa, yang lain, yang sekarang, untuk review atau penelitian milik dua kategori lain yang disebutkan sebelumnya. Secara keseluruhan, sekitar 40 penelitian telah dilaporkan dalam bidang pendidikan non-formal sejak waktu kegiatan penelitian di bidang pendidikan dimulai di negeri ini. Dari jumlah tersebut, sekitar setengah berhubungan dengan pendidikan dasar dan sisanya merujuk pada berbagai macam mata pelajaran seperti pendidikan sosial, pendidikan kesehatan, pendidikan pertanian dan sebagainya. Beberapa peneliti telah berfokus hanya pada daerah pedesaan sementara yang lain hanya berfokus pada pendidikan non formal di daerah perkotaan; beberapa penelitian dapat dianggap sebagai studi dampak sementara yang lain tertentu survei sederhana. Menjaga keprihatinan ini berbeda dari para peneliti di tampilan, upaya telah dilakukan dalam laporan ini untuk menyajikan gambaran tentang penelitian di bawah judul yang berbeda-sub seperti Non-Formal Pendidikan Dasar, Pendidikan Sosial, Perlu Survei untuk pendidikan non formal, lembaga pendidikan non formal dan Pendekatan Sistem, lembaga pendidikan non formal untuk Petani, lembaga pendidikan non formal untuk Perempuan Pedesaan dan Dampak Program pendidikan non formal. Jumlah studi di bawah masing-masing kategori sangat kecil, kecuali dalam kasus studi pada lembaga pendidikan non formal pada tahap dasar, dan oleh karena itu, mereka tidak meminjamkan diri untuk menguraikan analisis kecenderungan setiap aspek secara terpisah. Menggabungkan mereka untuk analisis juga tidak dapat dibenarkan karena akan berarti mengabaikan keprihatinan yang berbeda dari para peneliti. Juga, mengingat sejumlah kecil studi di setiap daerah, orang tidak dapat membuat pengamatan kritis pada isi dan metode penelitian, melainkan upaya telah hanya untuk menyajikan suatu tinjauan luas dari studi di setiap subareas terdaftar. Bagian terakhir dari kertas itu mencakup pengamatan umum tertentu tentang sifat dari penelitian yang dilakukan,

Non-formal Pendidikan Dasar di India
Kebutuhan dan utilitas dari penyelenggaraan program pendidikan dasar di luar kerangka sekolah formal penuh waktu telah disosialisasikan oleh RV Parulekar beberapa dekade yang lalu, bahkan sebelum India merdeka. Dia menganjurkan awal dari sebuah program pendidikan paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak yang gagal untuk mendapatkan manfaat dari fasilitas sekolah penuh-waktu. Tapi usulan ini tampaknya telah jatuh-di sebagian besar pada telinga tuli sejauh pembuat kebijakan pendidikan yang bersangkutan. Masalah ini diangkat kembali, dengan cara yang cukup efektif, hanya selama pertengahan enam puluhan, oleh Komisi Pendidikan, 1964-66. Komisi merekomendasikan adopsi dari program fleksibel paruh waktu pendidikan pada tahap dasar, isi yang harus ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dari peserta didik. Bahkan, komisi itu diharapkan program pendidikan paruh waktu untuk menjadi instrumental dalam meningkatkan tingkat pendidikan warga rata-rata. Hal ini akan dicapai dengan membuat pendidikan paruh waktu untuk satu tahun wajib untuk semua anak-anak dalam kelompok usia 11-14 yang belum menyelesaikan tahap utama lebih rendah dan tidak menghadiri sekolah. Tujuannya adalah untuk membuat anak-anak melek huruf fungsional.

Meskipun rekomendasi kuat yang dibuat oleh Komisi Pendidikan,, 1964-66 tidak ada ketentuan untuk setiap program pendidikan paruh waktu di luar arus formal dibuat, selama sekitar satu dekade. Namun, tahun 1970-an menyaksikan beberapa upaya eksplorasi independen pada model bekerja untuk menyelenggarakan pendidikan dasar paruh waktu di bawah payung pendidikan non-formal. Seperti yang disebutkan oleh Kurien (1983), setidaknya ada dua upaya tersebut. The NCERT berevolusi pendidikan model non-formal eksperimen pada model lama setelah Bhumaidar.The diwakili upaya untuk mengintegrasikan pendidikan dengan lingkungan dan membuat pengalaman kerja fokus utama activitiesll pendidikan. Sebagian gambar pada pengalaman ini, NCERT juga mengadakan jumlah yang relatif besar pusat-pusat pendidikan non formal di berbagai negara melalui jaringan mereka Petugas Lapangan dan Daerah Kolese Pendidikan. Sekitar waktu yang sama, sedangkan penelitian Bhumaidar yang sedang terjadi, sebuah pendekatan yang sama sekali berbeda untuk paruh waktu pendidikan bagi anak-anak dari kelompok usia 9-14 dibuat di Madhya Pradesh. Pendekatan ini juga digambarkan sebagai pendidikan non-formal. Model ini melibatkan dasarnya penerapan versi kental dari kursus yang diikuti di sekolah dasar formal. Ini menganjurkan penyelesaian kursus selama lima tahun pertama pendidikan formal penuh hanya dalam waktu dua tahun instruksi paruh waktu, dengan menggunakan program kental. Skema ini, dikenal sebagai Madhya Pradesh Model, tampaknya telah menerima dukungan yang kuat dari birokrasi di Madhya Pradesh dan program ini dilaksanakan dengan dukungan penuh dari pemerintah negara bagian.

Percobaan ini skala besar mungkin disebabkan perencana pendidikan dan administrator untuk menerima, pada prinsipnya, kebutuhan untuk membuat program tersebut, di luar sistem sekolah formal, untuk mencapai target pendidikan dasar universal. Oleh karena itu, Komisi Perencanaan, sebelum peluncuran Rencana Lima Tahun Keenam, mendirikan Kelompok Kerja Universal Pendidikan Dasar terdiri dari para ahli dari seluruh negeri. Kelompok ini dibahas mengenai isu mempromosikan program tambahan pendidikan formal SD di luar set-up. Akhirnya, mereka mengusulkan perubahan besar dalam kebijakan dan merekomendasikan moto baru: setiap anak harus terus belajar dalam kelompok umur 6 - 14 secara penuh-waktu, jika memungkinkan, dan secara paruh-waktu, jika perlu . Kelompok Kerja ditetapkan lebih lanjut: Perlu dicatat bahwa pendidikan non-formal paruh waktu harus dimulai tidak lebih awal dari usia 9 tahun, untuk anak-anak dari kelompok usia yang lebih rendah, yaitu,, 6-8 tidak akan cukup dewasa untuk manfaat dari mode ini pendidikan. Setelah memeriksa status pelaksanaan pendidikan dasar universal di berbagai negara, sembilan diidentifikasi sebagai bidang pendidikan mundur dan disarankan bahwa program-program non-formal, paruh waktu pendidikan dimulai di negara-negara dalam skala besar.
Sementara itu, Komisi Perencanaan telah memulai pilot program eksperimental paruh waktu, pendidikan non-formal untuk pelaksanaan di blok dipilih dari bidang pendidikan negara-negara terbelakang dengan maksud untuk merangsang tindakan pada tingkat pemerintah negara bagian dan berkembang skema eksperimental. Berdasarkan pengalaman dari skema percontohan eksperimental dan sejalan dengan rekomendasi Kelompok Kerja, Pemerintah India meluncurkan skema disponsori pusat pendidikan non-formal dalam Rencana Lima Tahun Keenam. Dengan demikian, muncul sebuah program resmi untuk pendidikan non-formal di tingkat nasional berjudul, `Eksperimen Proyek Non-Formal Pendidikan untuk Anak-anak 9-14-kelompok Usia untuk Universalisation Pendidikan Dasar '. Skema eksplisit mendukung penerapan Madhya Pradesh Model dan itu dipertimbangkan bahwa ini akan menjadi model utama untuk pendidikan non-formal untuk diperkenalkan pada skala besar di seluruh negeri.
Total dukungan ini, tampaknya, tidak berdasarkan evaluasi ilmiah apapun upaya eksperimental dilakukan baik di Madhya Pradesh atau tempat lain di negara ini. Pada kenyataannya, bahkan setelah pelaksanaan program selama masa Rencana Lima Tahun Keenam, itu mengeluh dalam Tantangan Pendidikan, yang diterbitkan oleh Pemerintah India pada bulan Agustus 1985, bahwa, `Sampai saat ini, tidak ada studi sistematis efektivitas non-formal pendidikan tersedia '. Dalam rangka untuk mengisi kesenjangan ini, Pemerintah India dimulai dua studi evaluasi tingkat nasional sebagai latihan diagnostik mencakup semua aspek dari program yang sedang dilaksanakan di bidang pendidikan sembilan negara mundur. Satu studi, harus dilakukan oleh Dewan Riset Nasional Pendidikan dan Pelatihan, adalah untuk berurusan dengan dimensi akademik dan kurikuler skema. Fokus penelitian lainnya, akan dilakukan oleh Institut Nasional Pendidikan Perencanaan dan Administrasi, adalah untuk berada pada aspek administrasi dan keuangan. Itu adalah membayangkan bahwa temuan studi ini evaluasi akan memberikan dasar ilmiah untuk menyiapkan skema revisi pendidikan non-formal untuk diterapkan selama masa Rencana Lima Tahun Ketujuh.
Ini dapat disebutkan bahwa Revisi Skema telah dirumuskan dan bahkan hibah kepada pemerintah negara dan beberapa lembaga sukarela telah dirilis di bawah Skema Revisi sedangkan laporan evaluasi nasional dua studi yang disponsori belum melihat cahaya hari. Namun, selama periode Rencana Keenam, saat ini pusat Disponsori Skema sebelumnya telah beroperasi, beberapa upaya percobaan lain di bidang pendidikan non-formal lanjutan, cukup independen dari skema. Dua upaya tersebut perlu disebutkan. Salah satunya adalah dalam bentuk proyek nasional yang dikenal sebagai `Komprehensif Akses Pendidikan Dasar (CAPE) Proyek '. Proyek ini membayangkan produksi skala besar bahan belajar yang bersifat lokal-spesifik, masalah-berpusat dan relevan dengan lingkungan kerja dari peserta didik. Materi harus dalam bentuk pembelajaran yang sesuai episode dicampakkan ke dalam unit modular. Pusat-pusat pendidikan non formal dan instruktur terlihat dasarnya sebagai mekanisme untuk memfasilitasi belajar mandiri oleh peserta didik.
Proyek ini tidak diragukan lagi menyajikan suatu model desentralisasi yang sangat baik untuk produksi bahan pembelajaran untuk pendidikan non-formal. Ini merupakan pendekatan yang benar-benar nonformal untuk pengembangan kurikulum dan transaksinya. Proyek ini telah beroperasi dengan tajam berbagai tingkat keberhasilan di bagian yang berbeda negara. Ini telah menjadi objek eksternal dan internal latihan evaluasi. Masalah utama dalam proyek ini tampak muncul dari skala megah pelaksanaannya. over-ambisius target kinerja tugas dan kecepatan dari cakupan, dan overdependence pada birokrasi untuk implementasi.
Pendekatan inovatif kedua adalah proyek percobaan pada pendidikan dasar universal dilakukan di Indian Institute of Education, Pune. Model lembaga pendidikan non formal dalam proyek ini dirancang secara luas dalam parameter waktu yang ditetapkan oleh skema terpusat disponsori. Sorot proyek adalah metode unik diadopsi untuk mengembangkan dan bertransaksi benar-benar membutuhkan kurikulum berbasis dan berpusat pada peserta didik.
Tak perlu dikatakan, ini percobaan yang inovatif menawarkan beberapa pelajaran untuk merancang skema nasional pada pendidikan nonformal. Agaknya, Revisi Skema Non-Formal Pendidikan telah menjadi kesadaran pengalaman yang diperoleh melalui upaya ini. Setidaknya, resmi melingkar pada skema tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa tidak ada desakan terhadap penerapan Madhya Pradesh Model dan menyajikan daftar tujuh model lembaga pendidikan non formal yang berbeda menyatakan itu, dalam rangka skema luas, badan-badan pelaksana akan berkembang dengan mereka pendekatan operasional sendiri. Laporan 1147
Ini pembahasan rinci tentang pengembangan skema pusat disponsori telah dilakukan dalam kajian ini karena dianggap cukup tepat karena dua alasan. Pertama, perkembangan ini membentuk latar belakang untuk menganalisis studi penelitian sedang dilakukan di lapangan. Kedua, mayoritas dari penelitian yang dilaporkan dalam pendidikan dasar non-formal secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada skema, membuat diskusi sebelum fitur-fiturnya Essen-esensial. Setelah melakukan ini, gambaran singkat tentang penelitian tentang pendidikan non-formal di tingkat SD disajikan pada sub-bagian ini.
Gadgil (1945) melakukan upaya-upaya penelitian perintis di bidang pendidikan dasar lebih dari empat dekade yang lalu. Meskipun isi studi tidak secara langsung merujuk pada pendidikan non-formal, temuan studi nya memiliki bantalan langsung pada setiap pekerjaan yang berhubungan dengan pendidikan dasar, baik di sektor formal atau non-formal. Studi ini mencoba untuk meneliti masalah terjerumus ke dalam buta huruf secara ilmiah. Gadgil menemukan bahwa perlu untuk murid untuk menyelesaikan kursus setidaknya empat-tahun di sekolah dalam rangka untuk memastikan retensi melek sepanjang hidup kemudian. Sebuah terjerumus ke dalam buta huruf, saat itu terjadi, tidak jadi dalam waktu relatif singkat setelah meninggalkan sekolah, terutama disebabkan oleh penggunaan non-kemampuan yang diperoleh. Temuan ini telah im kebijakan tertentu yang sangat penting-komplikasi untuk menyelenggarakan pendidikan non-formal. Ini dapat disebutkan bahwa pendidikan non-formal program saat ini sedang diselenggarakan di negara tujuan untuk mencapai keaksaraan permanen dan numerary dalam hitungan hanya dua tahun, itu juga melalui program pendidikan paruh waktu. Asumsi ini muncul untuk pergi bertentangan dengan temuan penelitian Gadgil's. Dapat dikatakan bahwa anak-anak menghadiri program pendidikan non-formal yang relatif lebih tua usia dan lebih ma-mendatang dalam kemampuan mental dan, karenanya, dapat memperoleh tingkat minimum pembelajaran dalam waktu yang lebih pendek. Namun, ini masih hanya sebuah asumsi karena tidak ada studi ilmiah yang dilakukan di negeri ini telah erat memeriksa masalah ini di lapangan. studi Gadgil's menyoroti kebutuhan untuk melakukan program-program pendidikan berkelanjutan, setidaknya untuk satu atau dua tahun setelah menyelesaikan program pendidikan non formal di tingkat dasar, untuk memastikan bahwa anak-anak berhasil mempertahankan kemampuan dasar yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian, kebijakan tersebut harus sedemikian rupa sehingga program pendidikan berkelanjutan menjadi bagian integral dari skema lembaga pendidikan non formal bagi anak-anak.
Menariknya, hanya setelah selang sekitar dua dekade bahwa upaya beton dibuat untuk menangani tugas mengembangkan program pendidikan berkelanjutan bagi lulusan sekolah. Chickermane (1966) melakukan eksperimen dalam pendidikan yang berkelanjutan bagi lulusan sekolah setelah batas usia wajib belajar sebelas. Pada kenyataannya, Chickermane itu, mungkin, peneliti pertama di negara itu untuk melakukan tindakan suatu proyek penelitian yang berorientasi untuk menyelenggarakan program pendidikan non-formal untuk sekolah-akan anak-anak usia. Dia mengembangkan program terstruktur dengan baik-malam kelas pendidikan berkelanjutan untuk anak-anak dari kelompok usia 12-17 yang telah meninggalkan sekolah setelah menyelesaikan kelas IV dan terlibat dalam pekerjaan di peternakan atau di toko-toko di siang hari. Ini memastikan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diberikan terkait dengan kehidupan-pekerjaan peserta didik dan tidak hanya tiruan dari konten sekolah formal. Hal Ini penting untuk dicatat bahwa program ini menekankan relevansi kurikulum dengan kehidupan kerja anak-anak dan kesetaraan yang tidak sekolah dengan kurikulum formal. Kesesuaian pendekatan ini telah dikonfirmasikan oleh temuan-temuan dari survei yang dilakukan, meskipun setelah selang lebih dari satu dekade, oleh Aikara (1979). Penelitian ini, yang berfokus pada kebutuhan anak-anak di luar sekolah di sebuah perkampungan kumuh Bombay, mengungkapkan bahwa orang tua dari anak-anak ini umumnya ingin mengirim mereka ke program pendidikan yang dikombinasikan keaksaraan dan pelatihan kejuruan. Mereka ingin kelas yang akan dilakukan pada malam hari dan melalui bahasa ibu. Dalam salah satu upaya awal untuk mengembangkan skema pendidikan non-formal sebagai alternatif program pendidikan sekolah formal, Chickermane (1979) menyiapkan program yang melibatkan kurikulum dari enam mata pelajaran. Program ini akan diselenggarakan secara teratur setiap hari paruh waktu di sore hari. Disarankan bahwa guru purna-waktu yang akan dipekerjakan, selain dari mengajar di sore hari, membayar kunjungan rumah untuk mengamati anak-anak. Setelah bereksperimen dengan skema tersebut, dapat disimpulkan bahwa program ini layak dan operasional pendidikan dasar universal bisa dicapai melalui program pendidikan paruh waktu tersebut. Sujatha (1980) mempelajari kendala pendidikan suku-suku di distrik Nellore dari Andhra Pradesh dengan tujuan untuk merumuskan beberapa strategi untuk pendidikan non-formal. Dia membuat analisa mendalam dari kendala, meskipun saran dia dibuat tidak benar-benar menghasilkan setiap strategi konkret untuk pendidikan non-formal.
Selama dekade ini, 16 studi penelitian dilakukan, semua yang terkait, dalam satu atau cara lain, dengan skema pendidikan non-formal yang disponsori oleh. Pemerintah India, khususnya dalam bidang pendidikan negara-negara mundur negara. Kecuali untuk beberapa dari mereka, semua studi tersebut evaluatif, beberapa dari mereka terfokus hanya pada aspek akademik atau administratif dari program, sementara yang lain tertentu berusaha untuk belajar program secara lebih komprehensif. Juga, beberapa studi membuat perbandingan aspek-aspek tertentu dari program formal dan non-formal. Suatu analisis rinci tentang tujuan spesifik dari program pendidikan non formal dan relevansi mereka untuk bagian yang berbeda dari kelompok sasaran harus memberikan umpan balik yang berguna untuk membuat program yang lebih bermakna bagi peserta didik. Anehnya, tidak ada penelitian yang difokuskan secara eksklusif pada masalah tujuan. Penelitian hanya yang menyentuh indikator-rectly hal ini dilakukan oleh Bhatnagar 1985). Ia berusaha untuk mengetahui harapan gadis-gadis belajar di pusat-pusat pendidikan non-formal di lima kabupaten yang berbeda dari Rajasthan. Gadis-gadis yang ingin, selain dari mengajar bahasa dan matematika, pengetahuan praktis merajut, bordir, rumah sains dan gambar juga harus diberikan. Mereka juga ingin menjalani tes dan ujian, seperti di sekolah formal. Orang tua diharapkan pusat untuk memberikan anak perempuan mereka dengan pengetahuan praktis yang akan membuat hidup mereka bahagia. Dua studi ditangani dengan aspek materi pembelajaran untuk pendidikan non-formal. Perhatian Mullick (1981) adalah untuk mengembangkan materi pembelajaran yang relevan, sementara Shukla (1985) melakukan evaluasi bahan pembelajaran digunakan dengan berbagai pro-gram pendidikan non formal. Mullick material (1981) pita slide-dikembangkan pembelajaran berbasis diprogram untuk pendidikan non-formal anak perempuan di kelompok usia 11-14. Berdasarkan uji coba bidang material di daerah pedesaan dapat disimpulkan bahwa tape-slide presentasi adalah metode yang layak mengajar buta aksara. Guru dan peserta pelatihan guru yang terlibat dalam uji coba yang berpendapat bahwa metode itu membuat pelajaran lebih menarik dan efektif daripada metode ceramah, menyediakan guru yang bersangkutan telah cukup dilatih untuk mengadopsi metode yang efektif. Shukla (1985) membuat sebuah upaya untuk mengevaluasi materi pembelajaran yang digunakan dalam program-program pendidikan non formal pada tahap dasar. Evaluasi terfokus pada materi kurikuler kental yang digunakan di bawah skema lembaga pendidikan non formal di Madhya Pradesh dan bahan lokal relevan yang dihasilkan di bawah dua proyek yang dibantu UNICEF, yaitu, Comprehensive Akses Pendidikan Dasar (CAPE) dan Kegiatan Pembangunan Masyarakat Pendidikan dan Partisipasi (DACEP ). Peneliti mengembangkan dua alat evaluasi, yaitu sebuah Lembar Analisis untuk menganalisis konten-bahan pembelajaran dan Pro-forma Evaluasi untuk mempelajari proses yang diadopsi untuk mengembangkan bahan pembelajaran. Ia mengamati bahwa di bawah proyek CAPE upaya telah dilakukan untuk memastikan bahwa bahan bersifat lokal yang relevan dan mereka selalu dikembangkan oleh sekelompok penulis ac-tively terlibat dalam pengajaran kelompok sasaran. Namun, studi ini tidak membuang banyak cahaya pada kualitas bahan pembelajaran yang digunakan berdasarkan salah satu skema.
Pelatihan fasilitator adalah daerah yang sering digambarkan sebagai hubungan yang lemah dalam program pendidikan non formal. Sayangnya, sangat sedikit yang telah dilakukan untuk menyelidiki aspek ini secara ilmiah. Hanya dua penelitian ditemukan berurusan dengan aspek penting. Khan (1983) de-velop paket pelatihan instruksional diri untuk pelatihan fasilitator pendidikan non-formal. Efektivitas paket itu divalidasi melalui eksperimen desain pretest-posttest melibatkan 100 fasilitator lembaga pendidikan non formal.
Mohapatra (1987) mempelajari kondisi di mana Non-Formal Education Centre di Orissa telah berfungsi. Tujuan khusus adalah untuk memeriksa apakah fasilitator perempuan bisa berfungsi secara efektif di pusat. Penelitian dilakukan di 22 desa dan 24 pusat-pusat perkotaan. Ditemukan bahwa, dalam banyak kasus, pusat itu berada pada jarak yang cukup dari pemukiman dan itu masalah utama yang dihadapi oleh perempuan fasilitator. Pusat-pusat berfungsi dalam kondisi fisik yang buruk dalam hal bangunan, pencahayaan ar-rangements, mebel, penyimpanan dan bahan layar. Cukup sering, wanita tidak bisa membangun fasilitator pas dengan anggota masyarakat, terutama wali laki-laki, karena pandangan konservatif masyarakat.
Kesadaran lingkungan dan tingkat prestasi akademik adalah subjek penelitian untuk Gupta. Grewal dan Rajput (1981) dan Naidu (1986), masing-masing. Dalam kedua studi, para peneliti melakukan upaya untuk membandingkan anak yang belajar dalam program pendidikan formal dan nonformal. Sebagai bagian dari studi yang lebih besar, Gupta, Grewal dan Rajput (1981) membuat survei status kesadaran lingkungan di kalangan anak yang belajar di pusat-pusat pendidikan non formal. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kesadaran lingkungan anak-anak di pusat-pusat pendidikan non formal adalah sebanding dengan anak-anak di sekolah formal di daerah pedesaan dan bahkan lebih baik daripada anak-anak dari wilayah kota. Akademik prestasi siswa dari formal dan non-formal sungai dibandingkan dengan Naidu (1986) dengan bantuan tes prestasi khusus disiapkan di bidang Telugu, aritmatika dan studi lingkungan. Perbedaan signifikan diamati sehubungan dengan prestasi belajar siswa dalam semua tiga wilayah dengan siswa dari yang melakukan formal lebih baik daripada rekan mereka lembaga pendidikan non formal.
Dari beberapa studi evaluatif melaporkan dua telah dilakukan di Rajasthan, satu di Madhya Pradesh, dan tiga di Andhra Pradesh. Dave (1981) dari SIERT dari Rajasthan disurvei posisi pelaksanaan program pendidikan non formal di Rajasthan dan menemukan bahwa, sementara daerah pedesaan meliputi sekitar 85 persen dari anak-anak di pusat-pusat pendidikan non formal hanya sekitar 20 persen dari mereka terdaftar milik pedesaan dan sabuk suku. Ditemukan bahwa sejumlah besar anak-anak pindah ke sekolah formal karena mereka berkembang dalam studi mereka. Berdasarkan kinerja pencapaian uji dapat disimpulkan bahwa, secara keseluruhan, prestasi mereka dalam berbagai aspek cukup baik. Memeriksa latar belakang instruktur, ditemukan bahwa mayoritas dari mereka telah mempelajari hanya sampai dasar atau lebih rendah tingkat SD. Lebih lanjut, hanya sekitar 12 persen dari instruktur adalah perempuan. Pengamatan penting adalah Komite Penasehat, di mana pun mereka telah berfungsi, ternyata sangat membantu dalam memobilisasi dukungan masyarakat, mengakuisisi bangunan, memperoleh bahan belajar-mengajar dan fasilitas lainnya.
Penelitian lain dari Rajasthan dilakukan sebagai bagian dari pekerjaan doktor dengan Aoulkh (1984) yang membuat upaya untuk mengevaluasi program pendidikan non formal di Rajasthan dengan mengadopsi pendekatan sistem. data yang relevan diperoleh dari sejumlah besar responden, yang meliputi 800 peserta lembaga pendidikan non formal, 80 instruktur, 400 pekerja sosial, lima petugas proyek dan pejabat kabupaten Lima pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa, dalam banyak kasus, program pendidikan non formal itu akademik, fakta-oriented dan instruktur yang berpusat dan gagal untuk mencerminkan kebutuhan masyarakat. Hal ini mungkin karena kenyataan bahwa semua instruktur adalah guru sekolah dasar dan tidak menerima pelatihan khusus untuk bekerja di pusat-pusat pendidikan non formal. Penelitian evaluatif (Gupta, 1983) melaporkan dari Madhya Pradesh membuat survei status program pendidikan non formal di negara bagian itu. Data yang diperoleh sehubungan dengan 47 pusat pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh pemerintah negara bagian dan 12 lainnya dikelola oleh NCERT tersebut.
Pusat-pusat NCERT sedang diselenggarakan secara eksperimental, sementara yang lain adalah bagian dari program pemerintah negara bagian yang lebih besar lembaga pendidikan non formal. Kehadiran anak di kedua set pusat cukup memuaskan, meskipun ada perlu selanjutnya mengidentifikasi dan membawa ke pusat-pusat lebih pada kelompok umur-bombay. Instruktur telah menerima pelatihan yang cukup. Remunerasi yang diberikan kepada instruktur tidak sama di bawah dua instansi, yang mempengaruhi kerja sistem. Pengamatan ini dalam status program pendidikan non formal di negara bagian ini memiliki nilai terbatas karena didasarkan pada seperangkat sangat kecil dari pusat-pusat pendidikan non formal. Bahkan, Madhya Pradesh adalah salah satu negara paling awal untuk mengatur program pendidikan non formal dalam skala besar, dengan dukungan penuh dari pemerintah negara bagian. Oleh karena itu, generalisasi gambar tentang pelaksanaan program di negara bagian menuntut evaluasi yang lebih rinci dan komprehensif. Seperti disebutkan sebelumnya, tiga studi evaluasi yang dilaporkan dari Andhra Pradesh. Dari jumlah tersebut, satu adalah studi doktoral (Rajyalakshmi, 1986) dilakukan di Universitas Venkateshwara Sri. Dua lainnya (Murthy, 1986 dan Nanipantulu, 1986) dilakukan di bawah naungan Direktorat Pendidikan Sekolah Andhra Pradesh. Studi evaluasi oleh Murthy (1986) dilakukan di dua kabupaten Andhra Pradesh difokuskan terutama pada aspek administrasi program. Dalam semua, 180 pusat yang dijalankan oleh dua lembaga yang berbeda, yaitu, pemerintah negara bagian dan Seema Seva Samiti, tertutup. Dapat disimpulkan bahwa mesin pengelolaan administrasi dan keuangan yang cukup memadai baik di tingkat negara dan kabupaten, mengingat persyaratan. Kurangnya sarana transportasi yang tepat dampak serius kerja pengawasan. Para pelajar pendaftaran cukup memuaskan, meskipun pasokan materi pembelajaran perlu diperkuat sesuai. Ada keterlambatan cukup dalam rilis hibah ke Seema Sewa Samithi. Nanipantulu (1986) melakukan studi evaluatif dari aspek akademis program pendidikan non formal di Andhra Pradesh. Penelitian ini dilakukan dengan sampel dari 100 pusat-pusat yang dipilih dari seluruh negara. Dapat disimpulkan bahwa pusat bekerja memuaskan sehubungan dengan manajemen kelas, keteraturan dan ketepatan waktu instruktur maupun peserta didik, keterlibatan masyarakat setempat, ketersediaan sumber daya material dan organisasi kegiatan cocurricular. Dilaporkan bahwa, secara umum, berarti nilai prestasi pelajar.

F. PROSES PENGEMBANGAN KURIKULUM

Proses pengembangan kurikulum di India terletak dua ekstrim sentralisasi dan decentralize.Dari waktu ke waktu, pemerintah nasional merumuskan Kebijakan Pendidikan Nasional yang diperluas mengenai isi dan proses pendidikan pada tahap yang berbeda. Pedoman ini lebih lanjut diuraikan oleh Dewan Nasional Pendidikan Research and Training (NCERT) Menggunakan sebagai landasannya yang NPEs tahun 1968 dan 1986,dua kurikulum inisiatif telah diluncurkan oleh NCERT: (a) Kurikulum untuk Sepuluh Tahun Sekolah (1975) dan (b) Kurikulum Nasional untuk Pendidikan Dasar dan Menengah-suatu kerangka (1988). Kerangka Kurikulum disiapkan tingkat tral menyediakan tinjauan yang luas sekolah curriculum, including general objectives, subject-wise ulum, termasuk tujuan-tujuan umum,mengusulkan skema penelitian, dan pedoman untuk transaksi dari kurikulum dan evaluasi.Rinci ini kurikulum, silabus dan bahan pengajaran yang dikembangkan di tingkat nasional.Yang NCERT juga mengembangkan silabus dan nasional bahan yang digunakan di sekolah-sekolah yang dikelola oleh organisasi pusat. Namun negara-negara mempertimbangkan apakah akan mengadopsi atau menyesuaikan NCERT silabus dan bahan pengajaran. Dengan demikian, kerangka kurikulum NCERT selalu saran daripada preskriptif dan tidak oleh hukum di negara bagian.Namun, mudah diterima oleh negara karena NCERT kredibilitas dan pendekatan pembangunan partisipatif berikut. Kerangka kurikulum NCERT dikembangkan pada semua negara bagian dan wilayah persatuan terlibat dalam kurikulum elaborasi)


DAPUS :
http://www.donboscodimapur.
http://www.globalcrossroad.com/india/nonformaleducation.
http://jurnalhukum.blogspot.com/2007/08/hukum-dan-pendidikan-di-india.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar