Rabu, 22 Februari 2012

KEKUASAAN DAN OTORITAS DALAM NEGARA

Oleh :  Irma Yulianti

Berbicara tentang politik bagi sebagian orang merupakan kajian yang hangat dan menarik untuk diangkat topik perbincangan. Apalagi disuguhkan dengan beragam peristiwa-peristiwa yang kerapkali membuat masyarakat terbawa emosi, marah, kecewa, dan bahkan tidak bersimpati terhadap pemerintahan. Bagaimana tidak?, hampir setiap hari kita lihat dilayar kaca televisi, masyarakat selalu dipertontonkan dengan berbagai kasus-kasus korupsi, penyuapan, hingga kasus berbau pornografi oleh para petinggi negara. Seperti yang baru-baru ini terjadi oleh anggota DPR yang tertangkap kamera sedang membuka situs porno pada saat sidang. Sungguh perbuatan yang  tidak patut dicontoh. Telinga masyarakat sudah begitu panas jika terus menerus mendengar kasus seperti itu.
Politik itu adalah cara bagaimana mendapatkan kekuasaan baik dengan cara positif atau pun dengan cara negatif. Dalam realitanya banyak orang menjadikan politik sebagai cara untuk meraih kekuasaan dengan cara yang tidak baik. Sedikit sekali orang yang berpolitik dengan bersih. yang ada malah kawan menjadi lawan dan bisa jadi lawan menjadi kawan. Politik itu adalah seni kemungkinan. Segala sesuatu memungkinkan terjadi dalam politik. Tak ada yang tak mungkin. Luka bisa dibalut senyum. Pedih bisa dibalut dengan senyum. Musang bisa berbulu domba. Keburukan bisa tampil dalam wajah yang menyenangkan. Bahkan kebaikan dan keburukan bisa bersatu dalam dekapan. Semua memungkinkan. Tak ada yang abadi dalam laku politik. Hari ini menang, besok kalah. Bisa juga pecundang jadi penguasa. Besok karib bisa juga ditikam. Tak ada yang abadi kecuali kepentingan untuk meraih kemenangan dan kekuasaan yang lebih besar. Jadi, membahas politik berarti membahas juga mengenai kekuasaan. Ya itulah realitanya kekuasaan tidak pernah lepas dari kehidupan politik.
Lalu apakah kekuasaan itu? kata ’kekuasaan’ selalu diidentikkan dengan pangkat dan posisi jabatan dalam lakon politik. Kekuasaan merupakan kemampuan pemimpin dalam memaksakan orang lain untuk melakukan ketertundukkan perintah yang diberikan oleh sang pemilik kekuasaan. Artinya pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memiliki kewenangan memberi perintah kepada bawahannya dan perintah itu bersifat memaksa sehingga orang lain suka atau tidak suka harus mematuhi perintah itu. unsur pemaksaan dalam kekuasaan bisa berarti dalam bentuk kekerasan ataupun dengan cara halus.
Oleh karena itu, sebut saja misalnya seorang pemimpin dalan sebuah negara yang tentunya dalam peraturan memiliki kekuasaan terbatas yang sudah diatur sebelumnya dalam undang-undang. Dalam memimipin pemimpin sejatinyalah orang yang memahami dan mengerti tentang keadaan psikologi bawahannya. Hal ini tentu akan sangat membantu merancang teknik-teknik apa yang akan digunakan untuk memimpin agar memberikan hasil dan tujuan yang diharapkan.
Di dalam kekuasaan pemimpin pun mempunyai otoritas. Otoritas adalah hak untuk memberi perintah, dalam kaitan ini berarti juga, hak untuk dipatuhi. Istilah tersebut harus dibedakan dengan kekuasaan yang berarti kemampuan untuk memaksakan ketertundukkan, baik dengan kekuatan (kekerasan) ataupun hanya sekedar ancaman. Jadi dalam hal ini, kekuasaan dan otoritas merupakan  dua unsur yang saling komplementer walaupun keduanya terjadi dikotomi dalam fungsi pemimpin negara. Artinya bahwa memang katakanlah kekuasaan seorang pemimpin dalam suatu negara mempunyai kekuasaan eksekutif dalam menjalankan aktivitas kenegaraan. Kekuasaan tersebut hanya pada tataran ’terbatas’ pada tugas atau pun peran eksekutif. Dibalik kekuasaan itu ada otoritas yang dimiliki yakni setiap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh eksekutif harus di patuhi dan dijalankan. Sedangkan otoritas tidak selalu harus mempunyai kekuasaan ataupun jabatan dalam menjalankan fungsi otoritasnya. Ia bisa memegang otoritasnya jika mempunyai pengaruh di dalam kepemimpinannya.



           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar