Berbicara
tentang politik bagi sebagian orang merupakan kajian yang hangat dan menarik
untuk diangkat topik perbincangan. Apalagi disuguhkan dengan beragam
peristiwa-peristiwa yang kerapkali membuat masyarakat terbawa emosi, marah,
kecewa, dan bahkan tidak bersimpati terhadap pemerintahan. Bagaimana tidak?,
hampir setiap hari kita lihat dilayar kaca televisi, masyarakat selalu
dipertontonkan dengan berbagai kasus-kasus korupsi, penyuapan, hingga kasus
berbau pornografi oleh para petinggi negara. Seperti yang baru-baru ini terjadi
oleh anggota DPR yang tertangkap kamera sedang membuka situs porno pada saat
sidang. Sungguh perbuatan yang tidak
patut dicontoh. Telinga masyarakat sudah begitu panas jika terus menerus mendengar
kasus seperti itu.
Politik
itu adalah cara bagaimana mendapatkan kekuasaan baik dengan cara positif atau
pun dengan cara negatif. Dalam realitanya banyak orang menjadikan politik
sebagai cara untuk meraih kekuasaan dengan cara yang tidak baik. Sedikit sekali
orang yang berpolitik dengan bersih. yang ada malah kawan menjadi lawan dan
bisa jadi lawan menjadi kawan. Politik itu adalah seni kemungkinan. Segala
sesuatu memungkinkan terjadi dalam politik. Tak ada yang tak mungkin. Luka bisa
dibalut senyum. Pedih bisa dibalut dengan senyum. Musang bisa berbulu domba.
Keburukan bisa tampil dalam wajah yang menyenangkan. Bahkan kebaikan dan
keburukan bisa bersatu dalam dekapan. Semua memungkinkan. Tak ada yang abadi
dalam laku politik. Hari ini menang, besok kalah. Bisa juga pecundang jadi
penguasa. Besok karib bisa juga ditikam. Tak ada yang abadi kecuali kepentingan
untuk meraih kemenangan dan kekuasaan yang lebih besar. Jadi, membahas politik
berarti membahas juga mengenai kekuasaan. Ya itulah realitanya kekuasaan tidak
pernah lepas dari kehidupan politik.
Lalu
apakah kekuasaan itu? kata ’kekuasaan’ selalu diidentikkan dengan pangkat dan
posisi jabatan dalam lakon politik. Kekuasaan merupakan kemampuan pemimpin
dalam memaksakan orang lain untuk melakukan ketertundukkan perintah yang
diberikan oleh sang pemilik kekuasaan. Artinya pemimpin yang memiliki kemampuan
untuk memiliki kewenangan memberi perintah kepada bawahannya dan perintah itu
bersifat memaksa sehingga orang lain suka atau tidak suka harus mematuhi
perintah itu. unsur pemaksaan dalam kekuasaan bisa berarti dalam bentuk
kekerasan ataupun dengan cara halus.
Oleh
karena itu, sebut saja misalnya seorang pemimpin dalan sebuah negara yang
tentunya dalam peraturan memiliki kekuasaan terbatas yang sudah diatur
sebelumnya dalam undang-undang. Dalam memimipin pemimpin sejatinyalah orang
yang memahami dan mengerti tentang keadaan psikologi bawahannya. Hal ini tentu
akan sangat membantu merancang teknik-teknik apa yang akan digunakan untuk
memimpin agar memberikan hasil dan tujuan yang diharapkan.
Di
dalam kekuasaan pemimpin pun mempunyai otoritas. Otoritas adalah hak untuk
memberi perintah, dalam kaitan ini berarti juga, hak untuk dipatuhi. Istilah
tersebut harus dibedakan dengan kekuasaan yang berarti kemampuan untuk
memaksakan ketertundukkan, baik dengan kekuatan (kekerasan) ataupun hanya
sekedar ancaman. Jadi dalam hal ini, kekuasaan dan otoritas merupakan dua unsur yang saling komplementer walaupun
keduanya terjadi dikotomi dalam fungsi pemimpin negara. Artinya bahwa memang
katakanlah kekuasaan seorang pemimpin dalam suatu negara mempunyai kekuasaan
eksekutif dalam menjalankan aktivitas kenegaraan. Kekuasaan tersebut hanya pada
tataran ’terbatas’ pada tugas atau pun peran eksekutif. Dibalik kekuasaan itu
ada otoritas yang dimiliki yakni setiap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
eksekutif harus di patuhi dan dijalankan. Sedangkan otoritas tidak selalu harus
mempunyai kekuasaan ataupun jabatan dalam menjalankan fungsi otoritasnya. Ia
bisa memegang otoritasnya jika mempunyai pengaruh di dalam kepemimpinannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar