Rabu, 23 Maret 2011

Teori Motivasi

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Memotivasi merupakan kegiatan kepemimpinan yang termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan untuk memotivasi akan sangat menentukan efektifitas.
Berbagai istilah digunakan untuk menyebut kata ‘motivasi’ (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini, akan digunakan istilah motivasi yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi menunjuk kepada sebab, arah, dan persistensi perilaku.
Motivasi adalah kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu. Meskipun secara umum, motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, disini kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja. Ada tiga unsur kunci dalam definisi itu : upaya,sasaranorganisasi,dankebutuhan.
Unsur upaya merupakan ukuran intensitas atau dorongan. Seseorang yang termotivasi, dia berusaha keras. Tetapi tingkat upaya yang tinggi tidak selalu menghasilkan kinerja yang menguntungkan kecuali jika usaha itu disalurkan kearah yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan mutu usaha itu beserta intensitasnya. Usaha yang diarahkan ke sasaran organisasi dan konsisten dengan sasaran organisasi tersebut merupakan jenis usaha yang harus kita cari. Akhirnya, kita akan memperlakukan motivasi sebagai proses memuaskan kebutuhan.
Kebutuhan mengacu ke keadaan batin yang membuat hasil-hasil tertentu tampak menarik. Kebutuhan yang tidak terpuaskan menciptakan ketegangan yang merangsang dorongan di dalam diri seseorang.

PEMBAHASAN

II.1. Teori Perkembangan Kognitif
Psikologi kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
Intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh . Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara aktif.
A. Pembelajaran Aliran Kognitif.
1. Pembelajaran menurut Jean Piaget
Prinsip utama pembelajaran :
a) Belajar aktif
Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya melakukan percobaan. Manipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
b) Belajar lewat interaksi sosial.
Tanpa interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan tetap bersifat egosentris. Sebaliknya lewat interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah pada banyak pandangan dengan macam-macam sudut pandang dari alternatif tindakan.
c) Belajar lewat pengalaman sendiri.
Bahasa memang memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif , namun bila menggunakan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi tanpa pernah karena pengalaman sendiri maka perkembangan anak cenderung mengarah pada verbalisme.
2. Pembelajaran menurut JA Brunner
Dalam pengajaran disekolah, Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup :
a) Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar.
b) Pensturkturasi pengetahuan untuk pemahaman optimal
1. Penyajian.
a) Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal.
Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu.
b) Cara penyajian simbolik
Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemauan seseorang lebih memperhatikan preposisi/ pernyataan daripada obyek-obyek yang memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan kemungkinan alternative dalam suatu cara kombinatorial
2 Ekonomi
Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran, dan diproses untuk mencapai pemahaman.
3. Kekuasa kekuatan
Kuasa dari suatu penyajian juga dapat diartikan sebagai kemampuan penyajian itu untuk menghubung-hubungkan hal-hal yang kelihatannya sangat terpisah-pisah.
c) Perincian urutan penyajian materi pelajaran.
d) Cara pemberian “reinforcement”.
3. Pembelajaran menurut David Ausuble
Prinsip-prinsip pembelajaran :
a) Pengaturan awal
Pengaturan awal dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya.
b) Deferensiasi progresif.
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan evaluasi konsep-konsep. Caranya, unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti pembelajaran dari umum ke khusus.
c) Belajar super ordinat
Adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut.
d) Penyesuaian integrative.
B. Teori Belajar Pengolahan Informasi
1. Penampungan kesan-kesan penginderaan jangka pendek (STSS)
Komponen pertama system memori yang berfungsi menerima informasi baru adalah pusat kemampuan kesan-kesan penginderaan/disebut memori inderawi. Stimulus yang dapat membangkitkan perhatian.
a) Stimulus Psikofisik (Psycohysical Stimulus)
Variasi intensitas, ukuran, suara dan warna suatu stimulus dapat memunculkan respon tertentu.
b) Stimulus emosional (emotional stimulus)
Guru mampu “mengkoordinasi” materi pembelajaran, maka akan mampu membangkitkan emosi siswa yang pada akhirnya siswa cepat memahami pelajaran baru.
c) Stimulus kesenjangan (Diskrepant Stimulus)
Stimulus yang mampu membangkitkan sebagian tergantung pada aspek kebaharuan, kompleksitas, dan keunikannya.
d) Manding stimulus (Manding Stimulus)
Merupakan pernyataa verbal yang memiliki konsekwensi tinggi.
2. Memori Jangka Pendek (STM) dan memori kerja (WM)
Informasi yag diamati dan diperhatikan oleh seseorang akan masuk kedalam memori jangka pendek (STM)atau memori kerja (WM). Melalui penampungan penginderaan jangka pendek (STSS). STM adalah sistem penyimpanan yang mampu menyimpan sejumlah informasi selama beberapa detik. Demikian pula STM merupakan bagian dari memori dimana suatu informasi pada akhirnya dipikirkan untuk disimpan. Apabila seseorang berhenti untuk memikirkan informasi yang baru masuk, maka informasi akan segera hilang dari STMnya.
Keterbatasan kapasitas yang dimiliki STM juga memiliki implikasi penting dalam pembelajaran.Guru tidak boleh terlalu banyak menyajikan gagasan dalam sekali pembelajaran kecuali jika gagasan itu diorganisir dengan baik dan dihubungkan dengan informasi yang telah ada didalam LTM siswa, sehingga STM mereka dengan bantuan LTM dapat mengkoordinasi seluruh gagasan tersebut.
3. Memori Jangka Panjang.
Teori belajar kognitif membagi memori jangka panjang kedalam 3 bagian :
a) Memori episodic (Episodic memory)
Adalah memori tentang pengalaman personal, yakni semacam gambaran mental mengenai sesuatu yang telah dilihat /didengar.
b) Memori semantic (semantic memory)
Berisi tentang fakta dan informasi tergeneralisasi yang telah diketahui sebelumnya, konsep-konsep prinsip, dan cara menggunakan informasi tersebut, serta keterampilan pemecahan masalah dan strategi belajar.
c) Memori procedural (procedural memory)
Menuju pada pengetahuan tentang cara mengerjakan sesuatu, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas fisik. Jenis memori ini disimpan dalam serangkaian pasangan stimulus-respon.
C. Lupa dan Ingat
Salah satu alasan penting orang mengalami lupa adalah karena faktor interferensi. Interferensi terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi yang lain. Salah satu bentuk interferensi adalah ketika orang mengalami hambatan dalam melakukan rehersal atas informasi yang dimiliki karena adanya informasi lain.
Interferensi ada 2 bentuk :
1. Interferensi tetro aktif terjadi apabila informasi yang telah dipelajari mengganggu siswa dalam mempelajari infomasi berikutnya.
2. Interferensi proaktif, terjadi apabila informasi yang baru dipelajari mengganggu seseorang dalam mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
Cara untuk mengurangi interfernsi retro aktif.
1. Konsep yang sama atau yang memiliki karakteristik sama hendaknya tidak diajarkan dalam waktu yang berdekatan.
2. Menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dalam mengajarkan konsep yang sama, menggunakan metode pembelajaran bervariasi dalam mengajarkan konsep yang sama.
Bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan.
a) Pelancaran proaktif
Yaitu seseorang akan mengingat informasi sebelumnya apabila informasi yang baru dipelajari memiliki karakteristik yang sama.
b) Penalaran retroaktif.
Yaitu seseorang yang mempelajari informasi baru akan memantapkan ingatan informasi yang telah dipelajari.

II.2. TEORI PSIKOANALITIK KLASIK SIGMUND FREUD

Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 Mei 1856, dan wafat di London, 23 September 1939. akan tetapi hampir selama 80 tahun ia tinggal di Wina dan meninggalkan kota itu hanya ketika Nazi menyerang Austria. Sebagai seorang pemuda ia memutuskan ingin menjadi seorang ilmuwan dan dengan tujuan ini di benaknya, ia memasuki sekolah kedokteran di Universitas Wina tahun 1873 dan ia tamat 8 tahun kemudian. Freud tidak pernah berniat untuk memebuka praktik dokter tetapi karena imbalan yang kecil untuk seorang ilmuwan, kesempatan yang terbatas untuk maju secara akademik bagi seorang yahudi dan kebutuhan-kebutuhan keluarganya yang bertambah telah memaksanya terjun membuka praktik privat. Di sela-sela praktiknya, ia menyempatkan diri meneliti dan menulis, dan prestasi-prestasinya sebagai seorang peneliti kedokteran, menyebabkan ia mendapat reputasi yang kokoh.
Minat Freud pada neurology menyebabkan ia ia menspesialisasikan diri di bidang perawatan gangguan-gangguansaraf, sebuah cabang ilmu kedokteran yang ketinggalan di tengah gerak maju di kalangan seni penyembuhan selama abad XIX. Untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan teknisnya,Freud belajar selama satu tahun pada psikiater Perancis yang terkenal, Jean Charcot, yang menggunakan hypnosis untuk menyembuhkan hysteria. Meskipun Freud mencoba hipnosis dengan pasien-pasiennya, namun ia tidak yakin dengan kemanjurannya. Karena itu, ketika ia mendengar metode baru yang dikembangkan oleh seorang dokter Wina, Joseph Breuer, suatu metode dimana pasien disembuhkan dari simton-simton dengan cara mengungkapkannya, ia mencobanya dan melihat bahwa cara itu efektif. Breuer dan Freud bekerjasama menulis beberapa dari kasus-kasus hysteria mereka yang berhasil disembuhkan dengan teknik pengungkapan (1895).
Akan tetapi kedua orang tersebut segera berbeda pandangan mengenai peranan factor seksual dalam hysteria. Freud berpendapat bahwa konflik-konflik seksual adalah penyebab dari hysteria sedangkan Breuer berpandangan lebih hati-hati. Sejak itu Freud praktis bekerja sendirian mengembangkan ide-ide yang menjadi dasar teori psikoanalitik dan yang mencapai puncaknya dalam penerbitan hasil karya besar pertamanya.The interpretation of Dreams (1900).
Freud berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu : consciousness (alam sadar), preconsciousness (ambang sadar) dan unconsciousness (alam bawah sadar). Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unsconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas. Freud mengembangkan konsep struktur mind tersebut dengan mengembangkan “mind apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego. Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntuta moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif /pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam, seperti : identifikasi, proyeksi, fiksasi, agesi regresi, represi.
Psikoanalisis merupakan sejenis psikologi tentang ketidaksadaran; perhatian-perhatiannya terarah pada bidang-bidang motivasi, emosi, konflik, simtom-simtom neurotic, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter.
Pemikiran Psikoanalisis dari Freud semakin terus berkembang, Alfred Adler (1870-1937), sebagai pengikut Freud yang berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut dengan Individual Psychology. Konsep utama Adler adalah organ inferiority. Berangkat dari teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik
yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan inferior adalah universal. Setiap manusia pasti punya perasaan inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan tersebut. Selanjutnya, Adler juga membahas tentang striving for superiority, yaitu dorongan untuk mengatasi inferiority dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya striving for superiority menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan dibandingkan Freud yang lebih berorientasi ke masa lalu.
Carl Gustav Jung (1875-1961), salah seorang murid Freud yang kemudian berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut Analytical Psychology. Jung menekankan pada aspek ketidakadaran dengan konsep utamanya, collective unconscious. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada pada seluruh manusia. Hal ini dapat dibuktikan melalui struktur otak manusia yang tidak berubah. Collective unconscious terdiri dari jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatang buas,dan lain-lain. Collective unconscious ini menjadi dasar kepribadian manusia karena didalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia. Ide-ide yang diturunkan atau primordial images disebut sebagai archetype, yang terbentuk dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama. Ada beberapa archetype mendasar pada manusia, yaitu persona, anima, shadow, self. Archetype inilah yang menjadi isi collective unconsciousness.
Hingga saat ini di Amerika Serikat tercatat sekitar 35 lembaga pelatihan Psikoanalisis yang telah terakreditasi oleh American Psychoanalytic Association dan terdapat lebih dari 3.000 lulusannya yang menjalankan praktik psikoanalisis. Pemikiran psikoanalisis tidak hanya berkembang di Amerika di hampir seluruh belahan Eropa dan belahan dunia lainnya.
Beberapa teori yang dihasilkan dari kalangan psikoanalisis, diantaranya : (1) teori konflik; (2) psikologi ego; (3) teori hubungan-hubungan objek; (4) teori struktural; dan sebagainya
Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, psikoanalisis merupakan salah satu aliran psikologi yang telah berhasil menguak sisi kehidupan manusia yang tidak bisa diamati secara inderawi. Psikoanalisis telah mengantarkan pelopornya, yaitu Sigmund Freud sebagai salah satu tokoh psikologi yang paling populer di Amerika pada abad ke-20.
II.3. TEORI HEDONISME
Hedonisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘hedon’ (pleasure) dan ‘isme’. Yang diartikan sebagai paradigma berpikir yang menjadikan kesenangan sebagai pusat tindakan (any way of thinking that gives pleasure a central role). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hedonisme diartikan sebagai pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI, edisi ketiga, 2001). Secara general, hedonisme bermakna, kesenangan merupakan satu-satunya manfaat atau kebaikan. Dengan demikian hedonisme bisa didefinisikan sebagai sebuah doktrin (filsafat etika) yang berpegangan bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindar dari segala penderitaan.
Paradigma hedonistis memfokuskan pandangannya pada pencarian kesenangan an-sich dan penghindaran terhadap segala penderitaan. Namun dewasa ini substansi secara harfiah sudah tidak lagi menemukan relevansinya. Nampaknya tidak ada persamaan persepsi mengenai apa-apa saja yang sebenarnya bisa mendatangkan kesenangan dan apa-apa saja aktivitas yang bisa mendatangkan penderitaan. Esensi filosofis hedonistik terkadang punya konotasi seksual atau pemikiran liberal.
Berbicara mengenai hedonisme, maka kita tidak bisa mengesampingkan seorang filsof Yunani yang dinilai punya peranan signifikan dalam membangun epistemologi hedonisme, yaitu Epicurus of Sámos (341-270 SM). Yang kelak prinsip-prinsip ajarannya tersebut dikenal dengan Epicureanisme. Epicureanisme adalah sebuah sistem filsafat yang bersumber dari ajaran-ajaran Epicurus yang dicetuskan sekitar tahun 307 SM. Inti epistemologi Epicureanisme dibangun diatas tiga kriteria kebenaran: Sensasi atau gambaran (aesthêsis), pra-konsepsi atau prasangka (prolêpsis) dan terakhir feelings atau perasaan (pathê). Prolepsis diartikan sebagai “kekuatan dasar” dan juga bisa didefinisikan sebagai “gagasan universal”, yaitu sebuah konsep dan cita-cita yang bisa dimengerti oleh semua orang. Contohnya, seperti kata “laki-laki” yang setiap orang memiliki pendapat yang terbentuk sebelumnya mengenai apa itu laki-laki. Kemudian aesthesis atau sensasi (tanggapan pancaindera) dimaknai sebagai pengetahuan atau ilmu yang didapat melalui perasaan dan verifikasi empiris. Seperti kebanyakan sains modern, filsafat Epicurean menjadikan empirisisme sebagai alat untuk mengidentifikasi kebenaran dari kesalahan. Yang terakhir perasaan (feelings) -yang sebenarnya erat kaitannya dengan etika daripada dengan teori fisiknya Epicurean- yang akan mengkonfirmasikan kepada manusia tentang apa-apa saja yang akan memberi kesenangan dan apa-apa saja yang akan mendatangkan penderitaan. Dengan begini, menjadi penting untuk bisa mendapatkan potret utuh doktrin etika Epicurean.
Bagi Epicurus, kesenangan yang paling tinggi adalah tranquility (kesejahteraan dan bebas dari rasa takut) yang hanya bisa diperoleh dari ilmu pengetahuan (knowledge), persahabatan (friendship) dan hidup sederhana (virtuous and temperate life). Ia juga mengakui adanya perasaan-perasaan akan kesenangan sederhana (enjoyment of simple pleasures), namun Epicurus mengartikan kesenangan sebagai sesuatu yang harus jauh dari hasrat-hasrat jasmaniah (bodily desires), semisal seks dan hawa nafsu. Ia menguraikan, ketika kita makan, jangan sampai terlalu kenyang dan berlebihan, karena bisa menyebabkan ketidakpuasan (dissatisfaction) nantinya. Maka konsekuensinya, nantinya dikemudian hari, seseorang tidak layak untuk menghasilkan makanan-makanan yang lezat. Dengan demikian, parahnya, Epicureanisme terjebak masuk kedalam jurang yang lain, semisal asketisisme (paham yang mempraktikkan kesedrhanaan, kejujuran dan kerelaan berkorban; pertapa, hidup membujang).
Epicureanisme dianggap oleh beberapa kalangan sebagai bentuk hedonisme kuno. Epicurus mengidentifikasikan ‘kesenangan’ dengan ‘kesentosaan’ (tranquility) dan penekanan kepada reduksi hasrat berlebih terhadap perolehan spontan kesenangan (the immediate acquisition of pleasure). Jadi menurut Epicurus, kesenangan bukanlah sesuatu yang pada dasarnya menyenangkan, justru kesenangan adalah kondisi sejahtera. Karena menurut dia kesenangan itu relatif. Dengan demikian, Epicureanisme melepaskan diri dari proposisi yang sebelumnya: kesenangan dan ‘manfaat yang utama’ (al-khair ar-raisi/the highest good) itu sejajar, Epicurus mengklaim bahwa kesenangan yang paling tinggi tercapai dari sesuatu yang sederhana, semisal kehidupan sederhana yang dijalani bersama teman-teman dan dari diskusi-diskusi filosofis. Dia menekankan bahwa, bukanlah hal baik jika seseorang melakukan sesuatu yang membuat seseorang yang lain (teman) merasa baik, yang apabila dengan pengalaman perbuatan tersebut seseorang justru meremehkan pengalaman-pengalaman yang akan datang dan membuat seseorang yang lain merasa tidak lagi nyaman. Sayangnya, Epicurus tidak menjelaskan sistem sosial etikanya secara panjang lebar. Dengan arti lain, sistem sosial etikanya Epicurus mengalami kebuntuan pada tataran fungsionalisasi
Konsep Dasar
Ide mendasar dibalik makna hedonis mengajarkan kepada kita bahwa setiap tindakan yang baik, bisa diukur pada seberapa banyak kesenangan dan seberapa kecil penderitaan yang bisa diproduksi. Dalam koridor teoretis, hedonisme pun bertalian dengan sistem filsafat etika yang lainnya seperti utilitarianisme, egoisme dan permisifisme. Singkatnya, seorang hedonis akan mengarahkan segala usahanya untuk memaksimalkan ‘rasio’ ini (pleasure over pain). Beberapa abad setelah Epicurus, datang John Stuart Mill (1806-1873) seorang filosof utilitarianisme berkebangsaan Inggris dan Jeremy Bentham (1748-1832), seorang filosof Inggris, yang juga pendiri University College London (UCL), keduanya menetapkan beberapa prinsip fundamental hedonisme berdasarkan teori etika utilitarianisme (paham yang mengatakan bahwa manusia dalam tindakannya selalu mencari untung dan manfaat). Menurut mereka, nilai-nilai utilitarianisme merupakan sebuah pijakan dasar bagi berdirinya nilai-nilai filsafat hedonisme dalam seluruh tindakan yang mengarah kepada proses pencapaian kebahagiaan yang paling besar bagi seluruh manusia. Meskipun konsekuen dengan pencarian kebahagiaan atau kesenangan, ada sedikit perbedaan pandangan nilai-nilai hedonistik antara Bentham dengan Mill yang berkaitan dengan ekspostulat (gagasan) mengenai prinsip-prinsip tentang ‘manfaat’ itu sendiri. Sedikitnya ada dua aliran pemikiran mengenai hedonisme:
Aliran pertama, yang dipromotori oleh Jeremy Bentham, lebih meyakini pendekatan kuantitatif. Bentham meyakini bahwa nilai-nilai mendasar tentang sebuah kesenangan bisa dimengerti secara kuantitatif. Pada dasarnya, dia percaya bahwa nilai-nilai kesenangan bisa dipacu oleh kesenangan lain yang dipengaruhi oleh durasi waktu (intensitas). Jadi, bukan hanya jumlah kesenangan, intensitas dan seberapa lama kesenangan tersebut bisa dinikmati, juga bisa mempengaruhi ‘jumlah’.
Aliran yang kedua, vis a vis kelompok pertama, yang diwakili oleh John Stuart Mill, yang menganjurkan pendekatan kualitatif. Mill lebih meyakini adanya perbedaan level kesenangan, yang mana kualitas kesenangan tertingi, lebih baik dari kualitas kesenangan yang lebih rendah. Mill juga berpendapat bahwa, makhluk rendahan (simpler beings) semisal babi, punya jalan termudah untuk memperoleh kesenangan yang sederhana (simpler pleasure); selama mereka (simpler beings, Pen) tidak disibukkan oleh segmen kehidupan yang lain, mereka bisa dengan mudah menuruti kesenangan mereka tersebut.
Sedangkan makhluk yang lebih kompleks (elaborate beings), terbentur predisposisi (kecenderungan) untuk memusatkan perhatiannya kepada persoalan yang lain (dalam kehidupan), oleh karena itu, memperoleh waktu yang sedikit untuk kesenangan. Maka dengan demikian, mereka (elaborate beings, Pen) akan menemukan kesulitan untuk menikmati ‘kesenangan yang sederhana’ yang dilakukan oleh simpler beings, dengan jalan dan cara yang sama.
Namun permasalahan yang muncul adalah: pertama, pada umumnya, setiap kesenangan tidak memiliki kesamaan sifat atau ciri, meskipun fakta mengatakan bahwa ‘kesenangan’ tersebut bisa dilihat sebagai ’sesuatu yang menyenangkan’ (pleasurable). Lagipula, standar yang berlaku untuk sesuatu yang dikatakan ‘menyenangkan’ bermacam-macam. Semisal sadisme, yang sebagian orang menganggap sebagai sebuah kesenangan dan hobi. Sejatinya, pendekatan kuantitatif dan kualitatif harus diposisikan dan dipandang sebagai dua pendekatan yang komplementer.
Kedua, seseorang akan merasa keberatan, jika ketika seseorang yang lain mendapatkan kesenangan mungkin yang lain akan merasakan penderitaan, yang mengakibatkan terjadinya kontradiksi mengenai tindakan moral. Hal ini menjadi kontradiksi jika kita melihat dari perspektif absolutisitas moral. Sementara dari sudut pandang relativitas moral, tidak akan pernah terjadi kontradiksi. Dua persoalan inilah, yang dicap oleh filosof Henry Sidgwick dalam bukunya ‘The Method of Ethics’ (1963) sebagai ‘paradox of hedonism’.
Banyak yang melihat, hedonisme tidak punya kaitan dengan egoisme. Tapi anehnya, utilitarianismenya John Stuart Mill terkadang diklasifikasikan sebagai sebuah bentuk hedonisme, yang mana klasifikasi tersebut juga membenarkan tindakan moral melalui kontribusi berikutnya kepada manfaat tertinggi dan kebahagiaan. Hal ini juga –bisa dikatakan- sama dengan hedonisme altruistik (altruisme; paham mendahulukan orang lain). Mengingat, diantara doktrin-doktrin hedonistik ada yang mengajarkan untuk melakukan apa saja yang bisa membuat kebahagiaan pribadi seseorang (via usaha yang panjang), Mill juga menyetujui tindakan-tindakan yang dapat membuat orang-orang bahagia. Dengan arti lain, menyandingkan individualisme dengan kolektifisme.
Adalah benar bahwa, Epicurus merekomendasikan kepada kita untuk mengejar kesenangan dan kebahagiaan, namun harus diingat, dia tidak pernah mengajarkan bahwa kita harus menjalani kehidupan dengan mementingkan diri sendiri (selfish) yang berdampak kepada terhalangnya kesenangan dan kebahagiaan untuk orang lain.

II.4. TEORI INSTING
Freud menggunakan kata Jerman “Trieb” untuk menyebut dorongan atau stimulus dalam individu. Istilah ini lebih tepat kalau diterjemahkan sebagai “insting”, tetapi mungkin lebih tepat kalau disebut “dorongan” atau “impuls”. Bagi Freud, konsep insting adalah konsep psikologis dan biologis, suatu “konsep perbatasan” pada batas antara gejala tubuh dan gejala mental. Insting adalah suatu representasi mental dari kebutuhan fisik atau tubuh. Dengan demikian, insting didefinisikan sebagai perwujudan psikologis dari suatu sumber rangsangan somatic dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut hasrat sedangkan rangsangan jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Jadi, keadaan lapar dapat digambarkan secara fisiologis sebagai keadaan kekurangan makanan pada jaringan-jaringan tubuh, sedangkan secara psikologis diwujudkan dalam bentuk hasrat akan makanan. Hasrat itu berfungsi sebagai motif bagi (motif) tingkah laku. Orang yang lapar mencari makanan karena itu insting-insting dilihat sebagai factor-faktor pendorong kepribadian. Mereka tidak hanya mendorong tingkah laku tetapi juga menentukan arah yang akan ditempuh tingkah laku. Dengan kata lain, insting menjalankan control selektif terhadap tingkah laku dengan meningkatkan kepekaan orang terhadap jenis-jenis stimulasi tertentu. Orang yang lapar lebih peka terhadap stimulus-stimulus makanan. Orang yang terangsang secara seksual memiliki kemungkinan lebih besar untuk merespon stimulus-stimulus erotis.
Suatu insting mempunyai empat ciri khas, yakni : sumber, tujuan, objek, dan impetus. Sumber telah didefinisikan sebagai kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tujuannya adalah menghilangkan perangsangan jasmaniah. Tujuan dari insting lapar, misalnya, ialah menghilangkan kekurangan makanan, yang tentu saja terpenuhi dengan memakan makanan. Sekuruh kegiatan yang menjembatani antara munculnya suatu hasrat dan pemenuhannya termasuk objek. Jadi objek tidak hanya terbatas pada benda atau kondisi tertentu yang akan memuaskan kebutuhan tetapi juga seluruh tingkah laku yang berfungsi untuk mendapatkan benda atau kondisi yang diperlukan. Misalnya, apabila seseorang lapar, ia biasanya melakukan sejumlah kegiatan sebelum mencapai tujuan akhir, yaitu makan.
Impetus insting adalah daya atau kekuatan yang ditentukan oleh intensitas kebutuhan yang mendasarinya. Manakala kekurangan makanan menjadi lebih besar, sampai pada titik di mana fisik mulai menjadi lemah, maka kekuatan insting juga menjadi lebih besar.
Menurut teori Freud tentang insting-insting, sumber dan tujuan insting akan tetap konstan selama hidup, kecuali jika sumber tersebut diubah atau dihilangkan akibat pematangan fisik. Insting-insting baru dapat muncul dengan berkembangnya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah baru. Berlawanan dengan konstansi sumber dan tujuan ini, objek atau cara orang berusaha memuaskan kebutuhan dapat dan memang berubah-ubah selama hidup seseorang. Variasi dalam pemilihan objek ini mungkin sebab energi psikis dapat dipindahkan (displaceable); ia dapat digunakan dengan berbagai cara karena itu jika suatu objek tidak tersedia entah karena tidak ada atau karena rintangan-rintangan dalam kepribadian, maka energi dapat diarahkan ke objek lain. Jika objek lain itu terbukti juga tidak dapat diperoleh maka bisa terjadi suatu pemindahan lagi, begitu seterusnya sampai tersedia objek yang cocok. Dengan kata lain, objek-objek dapat saling disubstitusikan, yang jelas tidak mungkin terjadi dengan sumber atau tujuan insting.
JENIS-JENIS INSTING
Freud mengasumsikan bahwa semua insting itu dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yakni insting-insting hidup dan insting-insting mati.
Insting-insting hidup menjamin tujuan mempertahankan hidup individu dan perkembangbiakan ras. Rasa lapar, haus, dan seks termasuk dalam kategori ini. Bentuk energi yang dipakai oleh insting-insting hidup untuk menjalankan tugasnya disebut libido.
Insting hidup yang paling ditekankan oleh Freud adalah seks, dan selama tahun-tahun awal psikoanalisis, hampir segala sesuatu yang dilakukan orang dipandang bersumber pada maha dorongan ini.
Insting hidup yang paling ditekankan oleh Freud adalah insting seksual. Tujuan insting seksual adalah menimbulkan kenikmatan dalam diri seseorang dengan menghilangkan keadaan rangsangan seksual. Namun, kenikmatan tidak terbatas pada kenikmatan genital. Freud berpendapat bahwa seluruh tubuh diisi oleh libido. Di samping alat kelamin, mulut dan anus dapat menghasilkan kenikmatan seksual, dan keduanya dinamakan daerah-daerah erogen.
Insting-insting mati, atau, sebagaimana kadang-kadang oleh Freud disebut insting-insting merusak (destruktif), melaksanakan tugasnya secara lebih sembunyi-sembunyi dibandingkan insting-insting hidup. Akibatnya pengetahuan mengenai insting-insting mati menjadi terbatas, kecuali kenyataan bahwa pada akhirnya semua orang mati. Menurut Freud, tujuan semua kehidupan adalah kematian. Hanya saja, Freud gagal menunjukkan sumber fisik dari insting mati dan energi apa yang dipakai oleh insting mati itu. Dorongan agresif (aggressive drive) adalah derivatif insting mati yang terpenting. Insting mati mendorong orang untuk merusak diri sendiri dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar orang tidak membunuh dirinya sendiri (suicide). Untuk memelihara diri, insting hidup pada umumnya melawan insting mati itu dengan mengarahkan energinya keluar, ditujukan ke orang lain. Sebagian energi agresi ini kemudian dapat disalurkan ke kegiatan yang dapat diterima lingkungan social, seperti pengawasan lingkungan (oleh polisi), dan olahraga. Ada juga yang tersalurdalam ekspresi yang dilemahkan seperti menghukum atau menyalahkan diri sendiri, menyiksa diri dengan bekerja lebih keras dan sikap merendah/ meminta maaf.

II.5. TEORI KESEIMBANGAN
Teori keseimbangan mengatakan bahwa ketika timbul ketegangan antara maupun didalam diri seseorang, ia mencoba untuk meredamnya atau mengatasinya dengan cara mempersuasi diri sendiri atau mencoba mempersuasi orang lain. Tokoh teori ini adalah Fritz Heider dan tahun ditemukan pada tahun 1946.
Setiap orang memiliki opininya masing-masing yang mana tidak semua orang sependapat dengan opininya. Ketika berhadapan dengan orang yang memiliki kesamaan pendapat dengan kita, kita merasa nyaman atau dalam teori ini disebut seimbang. Namun ketika kita berhadapan dengan orang yang berbeda pendapat, kita cenderung tidak nyaman atau teori ini menyebutnya sebagai tidak seimbang.
Asumsi Metateori: Teori keseimbangan adalah teori dari aliran humanistik. Epistemologi aliran ini menganggap bahwa tidak ada teori yang memiliki kebenaran yang mutlak dalam memprediksi manusia (multiple truths). Ontologi aliran ini mengambarkan bahwa manusia bersikap aktif dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sesuai dengan apa yang disukai maupun yang tidak disukainya. Aksiologi aliran ini menganggap bahwa nilai-nilai yang tertanam pada seseorang turut mempengaruhi sikapnya dalam berperilaku. Penelitian dalam aliran ini lebih bersifat subjektif.
Hasil penelitian dalam teori keseimbangan ini timely. Artinya hasilnya tidak akan sama pada kurun waktu yang berbeda. Namun pada dasarnya, jika terjadi ketegangan pada diri seseorang, dia mencoba untuk mengurangi ketegangan tersebut.
Pemikiran dan Implikasinya:
Teori keseimbangan beranggapan bahwa ada tiga cara agar seseorang merasa seimbang. Pertama, komunikator dan komunikan bisa saja tidak menyukai sesuatu namun pada dasarnya mereka saling menyukai, jadi mereka pada dasarnya menyukai perbedaan tersebut. Kedua, komunikan dan komunikator bisa memiliki sikap positif mengenai suatu objek atau gagasan dan bisa saling berdiskusi mengenai sisi positif itu. Ketiga, komunikator dan komunikan bisa saja tidak setuju mengenai gagasannya tersebut dan juga mereka tidak saling suka, namun mereka bisa memperoleh informasi mengapa orang lain tidak menyukai objek atau gagasan tersebut. Artinya sebagai kritik membangun bagi masing-masing pihak.
Contoh Kasus:
Wahyu suka menonton acara bola dan tidak suka gosip namun Ais suka nonton gosip dan tidak suka bola. Mereka berdua berpacaran, dan saling menyanyangi. Mereka berdua merasa saling tidak ingin kehilangan satu sama lain. Jika salah satu dari mereka tidak merubah sikapnya, maka akan timbul tidak keseimbangan diantara mereka.

II.6. TEORI DORONGAN (Drive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya maka akan terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut. Karena itu teori ini menurut Hull (Crider dan Hergenhahn dalam Walgito, 2003) juga disebut teori drive reduction.


PENUTUP

III.I. Kesimpulan
Psikologi kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.
Psikoanalisis merupakan sejenis psikologi tentang ketidaksadaran; perhatian-perhatiannya terarah pada bidang-bidang motivasi, emosi, konflik, simtom-simtom neurotic, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Beberapa teori yang dihasilkan dari kalangan psikoanalisis, diantaranya : (1) teori konflik; (2) psikologi ego; (3) teori hubungan-hubungan objek; (4) teori struktural; dan sebagainya. Freud mengembangkan konsep struktur mind dengan mengembangkan “mind apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego.
Hedonisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘hedon’ (pleasure) dan ‘isme’. Yang diartikan sebagai paradigma berpikir yang menjadikan kesenangan sebagai pusat tindakan (any way of thinking that gives pleasure a central role).
insting didefinisikan sebagai perwujudan psikologis dari suatu sumber rangsangan somatic dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut hasrat sedangkan rangsangan jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. insting mempunyai empat ciri khas, yakni : sumber, tujuan, objek, dan impetus. Freud mengasumsikan bahwa semua insting itu dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yakni insting-insting hidup dan insting-insting mati.
Teori keseimbangan mengatakan bahwa ketika timbul ketegangan antara maupun didalam diri seseorang, ia mencoba untuk meredamnya atau mengatasinya dengan cara mempersuasi diri sendiri atau mencoba mempersuasi orang lain. Tokoh teori ini adalah Fritz Heider dan tahun ditemukan pada tahun 1946.
Teori dorongan bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku.

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.
Supratiknya (editor). 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius.
Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar