Senin, 23 Mei 2011

INTEGRASI : ANALISIS KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI EMILE DURKHEIM DAN KARL MARX

Oleh : Irma Yulianti

Integrasi. sebuah kata yang tidak asing lagi di dengar dan sering kita cita-citakan dan implementasikan kata integrasi tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, masyarakat , dan negara. Setiap manusia menginginkan kehidupannya terintegrasi dengan lingkungan keluarga, masyarakat, maupun negara karena dengan integrasi membuat kehidupan menjadi lebih tentram, nyaman, dan aman sebab tidak ada kekacauan yang terjadi di lingkungan sekitar. Begitu pentingnya integrasi dalam kehidupan dunia ini sehingga integrasi didambakan oleh setiap manusia bahkan sangat dicari-cari ketika dalam kondisi sedang terjadi konflik atau kekacauan pada lingkungannya.

Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat atau integrasi biasa disebut juga dengan persatuan. Bila di dalam suatu masyarakat terjadi integrasi maka kehidupan dalam masyarakat tersebut akan tercipta masyarakat yang akan memiliki jiwa integritas yang tinggi, masyarakat yang memiliki rasa simpati dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap antar sesama sehingga menciptakan suasana yang selaras dan harmonis. Sedangkan apabila integrasi itu tidak tecapai dalam suatu masyarakat atau negara maka akan berakibat pada keretakan dan perpecahan serta terjadi chaos yang berujung pada tidak stabilnya sistem norma dan sistem keamanan yang ada. Integrasi atau persatuan tidak terlepas dari sikap dan pola pikir masing-masing individu itu apakah individu tersebut akan menciptakan integrasi atau tidak.

Melalui tulisan ini penulis memaparkan tentang “integrasi “ dari perspektif teori Emile Durkheim dan perspektif teori Karl Marx. Emile Durkheim mengembangkan suatu teori integrasi yang ia hubungkan dengan kasus bunuh diri. Dalam pengamatan mengenai beberapa kelompok yang beragama Yahudi, katolik, dan Protestan ia menemukan beberapa perbedaan yang sangat menyolok. Angka bunuh diri yang paling tinggi ia dapati pada kelompok agama protestan. Pada kelompok agama katolik, angka bunuh diri itu tidak terlalu tinggi, dan angka bunuh diri itu sangat rendah pada kelompok agama Yahudi. Dari hasil penelitian sosiologi dia memperoleh jawaban bahwa integrasi sosial merupakan sebab dari tinggi rendahnya angka bunuhn diri itu. Jadi, makin tinggi integrasi social, makin rendah angka bunuh diri atau makin rendah integrasi sosial, maka makin tinggi angka bunuh diri itu. Bagi Durkheim bunuh diri yang bermacam-macam bentuk (egoistic suicide, altruistic suicide, anomic suicide, dan fatalistic suicide) itu memang merupakan penyimpangan prilaku seseorang.

Menurut Durkheim, bagaimana bunuh diri itu bisa terjadi atau dilakukan oleh seseorang disebabkan oleh benturan dua kutub integrasi dan regulasi dimana kuat dan lemahnya kedua kutub itu akan menyebabkan orang melakukan bunuh diri. Dari sinilah Emile Durkheim menekankan pentingnya suatu agama bagi seseorang untuk mengontrol dan menghindari dari berbagai penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. Di dalam agama terdapat unsur-unsur esensial yang mencakup berbagai mitos, dogma, dan ritual yang kesemuanya merupakan fenomena religius yang dihadapi manusia. Bagi Durkheim moralitas merupakan suatu aturan yang merupakan patokan bagi tindakan dan prilaku manusia (juga dalam berinteraksi). Konsepnya mengenai moralitas ini merujuk pada apa yang di namakan norms (norma-norma) dan rules (aturan-aturan) yang harus dijadikan acuan dalam berinteraksi.

Jika Emile Durkheim menghubungkan integrasi dengan kasus bunuh diri, lain halnya bila dilihat dari perspektif teori Karl Marx. Menurut Karl Marx “integrasi” bisa dihubungkan dengan teorinya tentang kapitalisme. Kekuatan pendorong utama kapitalisme, menurut marx terdapat dalam eksploitasi dan alienasi tenaga kerja . Sumber utama dari keuntungan baru dan nilai tambahnya adalah bahwa majikan membayar buruh –buruhnya untuk kapasitas kerja mereka menurut nilai pasar, namun nilai komoditi yang dihasilkan oleh para buruh itu melampaui nilai pasar. Para majikan berhak memiliki nilai keluaran (output) yang baru karena mereka memiliki alat-alat produksi (capital) yang produktif. Dengan menghasilkan keluaran sebagai modal bagi majikan, para buruh terus menerus mereproduksikan kondisi kapitalisme melalui pekerjaan mereka.
Teori kapitalisme dari Karl Marx ini, dimana kaum buruh yaitu orang bekerja pada majikan (sebagai kaum pemodal) bisa dikaitkan dengan integrasi. Kaum buruh yang mendapat upah atau gaji dari hasil bekerja mereka pada majikan dan majikan ini juga mendapat keuntungan hasil berupa tenaga dan juga berupa hasil produksi. Bila hal ini terintegrasi maka kedua belah pihak yaitu pihak buruh dan majikan sama-sama mempunyai profit dan terjadi hubungan yang saling menguntungkan, tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena masing-masing pihak mempunyai rasa integritas yang tinggi dan tanggung jawab yang besar terhadap apa yang mereka kerjakan. Kaum buruh yang mempunyai integritas tinggi, ia akan menjaga dan menciptakan hubungan dengan sesama dan majikannya harmonis.


Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa integrasi pada hakikatnya adalah sesuatu yang diidam-idamkan oleh semua orang dan untuk menuju integrasi tersebut diperlukan peran serta semua pihak agar tercipta lingkungan yang terintegrasi.

1 komentar: