Oleh : Irma Yulianti
Maraknya anak jalanan di Ibukota membuat
permasalahan tersendiri bagi  suatu
negara. Apalagi  di era yang mengusung
globalisasi seperti sekarang ini dimana persaingan antarnegara diberbagai lini
semakin menunjukkan eksistensinya dan aktualisasinya. Mau tak mau sebuah negara
harus menghadapi derasnya arus persaingan  sumber daya manusia.
Fenomena anak jalanan yang semakin marak
belakangan ini, memacu kita sebagai masyarakat yang memiliki kemampuan lebih
dibanding dengan anak jalanan tersebut untuk lebih peka dan memperhatikan nasib
anak jalanan karena bagaimanapun mereka adalah manusia yang perlu dihargai dan
dihormati satu sama lainnya. 
Fenomena ini memang tidak bisa dihilangkan
begitu saja tetapi dapat diminimalisasikan kuantitatif anak jalanan salah satunya
adalah dengan melakukan pemberdayaan anak jalanan melalui program berbasis
pendidikan nonformal sebagai alternatif solusi penanganan masalah anak jalanan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah
kemegahan Kota Jakarta juga ternyata memiliki sisi lain, yakni masalah maraknya
anak jalanan yang tersebar diberbagai tempat di Jakarta. Seperti di jalanan,
perempatan jalan, jalan raya, hingga ditempat-tempat umum.Timbulnya anak
jalanan di perkotaan terjadi biasanya karena adanya faktor ekonomi dan tekanan
dari orangtua mereka yang mengharuskan mereka menjadi anak jalanan. 
Bukan rahasia umum lagi bahwa anak jalanan
lebih banyak didominasi oleh faktor ekonomi keluargalah yang mendorongnya untuk
hidup dijalanan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seperti yang
terjadi pada Novi yang penulis temui di areal sekitar kampus penulis. Anak
seperti Novi seharusnya mengenyam kehidupan yang layak sama seperti anak-anak
lainnya tetapi karena kerasnya lingkungan kehidupan dan faktor ekonomi keluarga
yang membuat ia menjadi anak jalanan. 
Novi termasuk anak yang ramah dan senang
bergaul dengan siapa saja termasuk dengan penulis sendiri. Ketika penulis
bertemu dengan Novi sempat terbesit dibenak penulis bahwa anak jalanan terkesan
“liar” tetapi kesan itu hilang setelah penulis bertemu dan saling
berbincang-bincang dengannya. Novi adalah sosok anak perempuan yang masih polos
dan ramah terhadap siapa saja. Di usianya yang masih belia ia harus dihadapkan
pada persoalan ekonomi keluarga yang harus ia terima ditengah masa
kanak-kanaknya yang seharusnya ia lewatkan untuk bermain dan belajar seperti
anak lain pada umumnya. 
Ketika penulis mencoba mengajukan sebuah
pertanyaan kepada Novi mengapa ia menjadi anak jalanan dengan meminta-minta
atau mengemis, ia menjawab “ saya meminta- minta karena untuk biaya sekolah dan
untuk makan sehari-hari”. Novi melakukan hal ini karena kesadaran sendiri untuk
membantu kedua orang tuanya yang pekerjaannya sebagai pemulung. Ia menyadari
bahwa penghasilan kedua orang tuanya yang minim dan tidak tentu itu memaksa ia
harus menjadi anak jalanan dengan mengemis. Novi biasa melakukan pekerjaan
“mengemis” bersama teman-temannya dengan waktu yang tidak tentu tergantung
situasi dan kondisi mereka. 
            Novi mempunyai motivasi
yang tinggi untuk dapat melanjutkan sekolahnya sampai ke jenjang yang lebih
tinggi. Ia sangat berharap dapat melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih
tinggi dan dapat meraih cita-citanya walaupun dengan keterbatasan dan
ketidakmampuan ekonomi keluarganya tidak menghalangi dan tidak menurunkan
motivasi dia untuk terus belajar meraih apa yang diharapkannya.
Mengurai Masalah Anak Jalanan : Sebuah
Analisis
            Berdasarkan uraian dan pemaparan
penelitian diatas perlu dikaji dan dianalisis 
lebih dalam tentang permasalahan-permasalahan anak jalanan yaitu
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Untuk
anak seusia Novi yang baru berusia sebelas tahun dimana di usia ini biasa
disebut middle childhood. Pada usia ini secara psikologis belum memiliki
bentukan mental emosional yang kokoh sehingga akan berpengaruh terhadap
kejiwaan mereka ketika dihadapkan pada persoalan yang semakin kompleks yang
tidak dapat memecahkan permasalahannya.
2. Secara
intelektual Novi adalah anak yang tergolong pintar terlihat dari cara bicaranya
yang lancar dan dengan bahasa yang cukup baik serta memiliki motivasi yang
tinggi untuk dapat meraih apa yang diharapkannya.
3.Hidup
menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan,
melainkan  keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab
tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut
perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf
tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada
saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan
cenderung  berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan
kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana
labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh,
melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak
jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, dan lain
sebagainya.
Solusi Alternatif : Pemberdayaan Berbasis
Kreatifitas  Bagi Anak Jalanan Melalui
Program Nonformal Education
Anak merupakan potensi sumber daya insani
bagi pembangunan dan kemajuan suatu bangsa bila potensi itu diberdayakan dan
dibina untuk dikembangkan, karena itu pembinaan dan pengembangannya
(pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal
bagi pembangunan bangsa dan negara. 
            Salah satu bentuk
pemberdayaan anak jalanan yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan
nonformal. Peraturan pemerintah (pp) Nomor 73 tahun 1991 tentang pendidikan
nonformal merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional. Menurut pp ini pendidikan nonformal adalah pendidikan yang
diselenggarakan diluar sekolah baik dilembagakan maupun tidak. Tujuan
pendidikan nonformal adalah melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan
berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan
mutu kehidupannya, membina warga belajar agar memiliki pengetahuan dan
keterampilan, dan memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat
dipenuhi dalam jalur pendidikan formal. Mengapa pendidikan nonformal dianggap
cocok untuk diterapkan bagi pemberdayaan anak jalanan karena salah satu
satuan  program pendidikan nonformal
adalah lembaga pelatihan. Lembaga pelatihan ini adalah lembaga yang didirikan
oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat untuk melayani peserta didik
dengan menitikberatkan pada keterampilam fungsional yang berguna untuk memasuki
lapangan kerja atau usaha mandiri, memasuki dunia kerja,dan atau mengembangkan
usaha mandiri. Salah satu contohnya adalah Rumah singgah. 
 Menurut
Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan
dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses
informal yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap sistem
nilai dan norma di masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah
adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan
alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan
rumah singgah adalah :
a. Membentuk kembali sikap dan
prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat.
b. Mengupayakan anak-anak
kembali kerumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya
jika diperlukan.
c. Memberikan berbagai
alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa
depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan
sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain : 
a. Sebagai tempat pertemuan
( meeting point) pekerja social dan anak jalanan. Dalam hal ini sebagai
tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak jalanan
dengan pekerja sosial dalam menentukan dan melakukan berbagai aktivitas
pembinaan.
b. Pusat diagnosa dan
rujukan. Dalam hal ini
rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap kebutuhan dan
masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan social bagi anak
jalanan. 
c. Fasilitator atau sebagai perantara anak jalanan dengan
keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya. 
d. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat
berlindung dari berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari
kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan
lainnya. 
Dengan demikian, program nonformal education yang salah satunya
adalah rumah singgah bagi anak-anak jalanan agar dapat melindungi dan menaungi
mereka dari kerasnya ibukota. Di rumah singgah ini mereka (anak jalan)
mendapatkan berbagai macam pemberdayaan yang tujuannya adalah untuk
memberdayakan anak jalanan sebagai bekal masa depan mereka. 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar