Jumat, 06 Juli 2012

POTRET KEHIDUPAN ANAK JALANAN


Oleh : Irma Yulianti


Maraknya anak jalanan di Ibukota membuat permasalahan tersendiri bagi  suatu negara. Apalagi  di era yang mengusung globalisasi seperti sekarang ini dimana persaingan antarnegara diberbagai lini semakin menunjukkan eksistensinya dan aktualisasinya. Mau tak mau sebuah negara harus menghadapi derasnya arus persaingan  sumber daya manusia.
Fenomena anak jalanan yang semakin marak belakangan ini, memacu kita sebagai masyarakat yang memiliki kemampuan lebih dibanding dengan anak jalanan tersebut untuk lebih peka dan memperhatikan nasib anak jalanan karena bagaimanapun mereka adalah manusia yang perlu dihargai dan dihormati satu sama lainnya.
Fenomena ini memang tidak bisa dihilangkan begitu saja tetapi dapat diminimalisasikan kuantitatif anak jalanan salah satunya adalah dengan melakukan pemberdayaan anak jalanan melalui program berbasis pendidikan nonformal sebagai alternatif solusi penanganan masalah anak jalanan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah kemegahan Kota Jakarta juga ternyata memiliki sisi lain, yakni masalah maraknya anak jalanan yang tersebar diberbagai tempat di Jakarta. Seperti di jalanan, perempatan jalan, jalan raya, hingga ditempat-tempat umum.Timbulnya anak jalanan di perkotaan terjadi biasanya karena adanya faktor ekonomi dan tekanan dari orangtua mereka yang mengharuskan mereka menjadi anak jalanan.
Bukan rahasia umum lagi bahwa anak jalanan lebih banyak didominasi oleh faktor ekonomi keluargalah yang mendorongnya untuk hidup dijalanan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seperti yang terjadi pada Novi yang penulis temui di areal sekitar kampus penulis. Anak seperti Novi seharusnya mengenyam kehidupan yang layak sama seperti anak-anak lainnya tetapi karena kerasnya lingkungan kehidupan dan faktor ekonomi keluarga yang membuat ia menjadi anak jalanan.
Novi termasuk anak yang ramah dan senang bergaul dengan siapa saja termasuk dengan penulis sendiri. Ketika penulis bertemu dengan Novi sempat terbesit dibenak penulis bahwa anak jalanan terkesan “liar” tetapi kesan itu hilang setelah penulis bertemu dan saling berbincang-bincang dengannya. Novi adalah sosok anak perempuan yang masih polos dan ramah terhadap siapa saja. Di usianya yang masih belia ia harus dihadapkan pada persoalan ekonomi keluarga yang harus ia terima ditengah masa kanak-kanaknya yang seharusnya ia lewatkan untuk bermain dan belajar seperti anak lain pada umumnya.
Ketika penulis mencoba mengajukan sebuah pertanyaan kepada Novi mengapa ia menjadi anak jalanan dengan meminta-minta atau mengemis, ia menjawab “ saya meminta- minta karena untuk biaya sekolah dan untuk makan sehari-hari”. Novi melakukan hal ini karena kesadaran sendiri untuk membantu kedua orang tuanya yang pekerjaannya sebagai pemulung. Ia menyadari bahwa penghasilan kedua orang tuanya yang minim dan tidak tentu itu memaksa ia harus menjadi anak jalanan dengan mengemis. Novi biasa melakukan pekerjaan “mengemis” bersama teman-temannya dengan waktu yang tidak tentu tergantung situasi dan kondisi mereka.
            Novi mempunyai motivasi yang tinggi untuk dapat melanjutkan sekolahnya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Ia sangat berharap dapat melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi dan dapat meraih cita-citanya walaupun dengan keterbatasan dan ketidakmampuan ekonomi keluarganya tidak menghalangi dan tidak menurunkan motivasi dia untuk terus belajar meraih apa yang diharapkannya.
Mengurai Masalah Anak Jalanan : Sebuah Analisis
            Berdasarkan uraian dan pemaparan penelitian diatas perlu dikaji dan dianalisis  lebih dalam tentang permasalahan-permasalahan anak jalanan yaitu diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Untuk anak seusia Novi yang baru berusia sebelas tahun dimana di usia ini biasa disebut middle childhood. Pada usia ini secara psikologis belum memiliki bentukan mental emosional yang kokoh sehingga akan berpengaruh terhadap kejiwaan mereka ketika dihadapkan pada persoalan yang semakin kompleks yang tidak dapat memecahkan permasalahannya.
2. Secara intelektual Novi adalah anak yang tergolong pintar terlihat dari cara bicaranya yang lancar dan dengan bahasa yang cukup baik serta memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat meraih apa yang diharapkannya.
3.Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan  keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung  berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, dan lain sebagainya.
           
Solusi Alternatif : Pemberdayaan Berbasis Kreatifitas  Bagi Anak Jalanan Melalui Program Nonformal Education
Anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan dan kemajuan suatu bangsa bila potensi itu diberdayakan dan dibina untuk dikembangkan, karena itu pembinaan dan pengembangannya (pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara.
            Salah satu bentuk pemberdayaan anak jalanan yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan nonformal. Peraturan pemerintah (pp) Nomor 73 tahun 1991 tentang pendidikan nonformal merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut pp ini pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah baik dilembagakan maupun tidak. Tujuan pendidikan nonformal adalah melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya, membina warga belajar agar memiliki pengetahuan dan keterampilan, dan memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan formal. Mengapa pendidikan nonformal dianggap cocok untuk diterapkan bagi pemberdayaan anak jalanan karena salah satu satuan  program pendidikan nonformal adalah lembaga pelatihan. Lembaga pelatihan ini adalah lembaga yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat untuk melayani peserta didik dengan menitikberatkan pada keterampilam fungsional yang berguna untuk memasuki lapangan kerja atau usaha mandiri, memasuki dunia kerja,dan atau mengembangkan usaha mandiri. Salah satu contohnya adalah Rumah singgah.
 Menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma di masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan rumah singgah adalah :
a. Membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
b. Mengupayakan anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.
c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain :
a. Sebagai tempat pertemuan ( meeting point) pekerja social dan anak jalanan. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak jalanan dengan pekerja sosial dalam menentukan dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan.
b. Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap kebutuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan social bagi anak jalanan.
c. Fasilitator atau sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya.
d. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya.
Dengan demikian, program nonformal education yang salah satunya adalah rumah singgah bagi anak-anak jalanan agar dapat melindungi dan menaungi mereka dari kerasnya ibukota. Di rumah singgah ini mereka (anak jalan) mendapatkan berbagai macam pemberdayaan yang tujuannya adalah untuk memberdayakan anak jalanan sebagai bekal masa depan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar