Oleh : Irma Yulianti[1]                   
“Berjuang dan bersemangat adalah dua hal yang harus dilakukan oleh setiap
insan karena keduanya adalah bahan bakar penyala api kekuatan energi dalam
setiap langkah aktivitas dan tindakan manusia dalam meraih keberhasilan”. (Irma
Yulianti)
            Lalu
lalang kendaraan motor dan mobil yang melintasi daerah sekitar kampus hijau
tepatnya didepan fakultas ilmu pendidikan Universitas Negeri Jakarta tampaknya
menjadi pemandangan sehari-hari  yang
dapat menjadi alternatif penghilang rasa penat. Pohon-pohon rindang yang berdiri
kokoh  senantiasa menemani para mahasiswa
kampus hijau menghilangkan rasa lelah dan penat yang mendera sambil
bercengkerama dan berkumpul bersama-teman-teman. Namun ditengah keramaian lalu
lalang kendaraan dan pemandangan para mahasiswa yang sedang berkumpul ataupun
bercengrama tersirat makna dari pluralitas kehidupan para mahasiswa di kampus
hijau ini. Dari pluralitas kehidupan mahasiswa sehari-hari tercipta
budaya-budaya ataupun kebiasaan-kebiasaan yang mencerminkan sikap dan tingkah
laku para penghuni  utama kampus hijau.
Lalu seperti apakah potret  budaya ilmiah
di kampus hijau ini dilihat dari sisi rutinitas kegiatan perkuliahan para
mahasiswa?
            Dunia
kampus memang sudah menjadi tatanan yang universal bagi sebuah perguruan tinggi
tempat bernaungnya insan-insan akademik. Dunia kampus mencerminkan sistem
kehidupan “bernegara” dalam lingkup perguruan tinggi. Mahasiswa sebagai subyek
utama penghuni kampus sejatinya merupakan insan-insan agent of change yang
berdiri digaris depan membawa bangsa dan negaranya menuju kearah masa depan
yang lebih baik jika peran predikat mahasiswa dijalankan dengan fungsinya.. 
            Kampus
memiliki peran yang sangat penting dan berpengaruh terhadap perkembangan
intelektual dan kepribadian mahasiswa. Mengapa kampus dikatakan memiliki peran sentral dalam pembentukkan
intelektual dan kepribadian mahasiswa? Karena kampus adalah dunia tempat
bernaungnya insan-insan muda menimba ilmu meningkatkan perkembangan intelektual
mereka serta dilingkungan kampus inilah para mahasiswa bergumul dengan
masyarakat kampus lainnya, memperluas pergaulan mereka sebagai penghuni kampus
sehingga secara tidak langsung mempengaruhi prilaku dan kepribadian mereka. 
Dunia kampus juga merupakan tempat
perubahan pola pikir dan masa transisi khususnya bagi mahasiswa baru, dimana
mahasiswa baru yang baru lepas dari masa SMAnya masih terpengaruh atau terbawa
sikap masa sekolahnya, dengan memasuki dunia kampus ini terjadi pergantian
predikat dari anak sekolah menjadi ‘mahasiswa’. Menyandang predikat sebagai
‘mahasiswa’  tentu lama kelamaan akan
merubah pola pikir menjadi lebih dewasa dan berpikiran kedepan karena mahasiswa
adalah manusia yang ‘diajar’ mandiri dalam berbagai hal di lingkungan
kampusnya.  
            Berbicara
mengenai dunia kampus tampaknya akan menjadi obrolan hangat dan menarik jika
disuguhkan dengan beragam cerita aktivitas dari para mahasiswa di kampus hijau  UNJ ini. Kampus hijau dilihat dari namanya
saja seolah menggambarkan kampus ini memberikan sebuah kenyamanan dan kesejukkan
bagi setiap penghuni kampus. Tetapi jangan salah tafsir bahwa kampus hijau
belum tentu selalu menggambarkan suasana kampus dan potret budaya ilmiah yang
sesuai dengan nama atau julukan kampus ini. Seperti yang terjadi di
dilingkungan fakultas ilmu pendidikan. Pluralitas kehidupan budaya kampus ini
sangat beragam, mulai dari cara berpakaian hingga potret rutinitas sehari-hari
perkuliahan para mahasiswa. 
Potret kultural mahasiswa di lingkungan
fakultas ilmu pendidikan UNJ dilihat dari gaya dan cara berpakaian para
mahasiswa secara umum boleh dikatakan sudah mewakili budaya timur ketimbang
budaya barat walaupun masih ada segelintir mahasiswa yang gaya dan cara
berpakaiannya cenderung ke westernisasi. Kemudian dari sisi kegiatan akademik
para mahasiswa di kampus hijau ini, kebanyakan masih kurang memiliki budaya
ilmiah yang tinggi jika dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri lain. Ini
terlihat dari masih banyaknya mahasiswa berseliweran pada saat waktu luang
ataupun jam kosong yang seharusnya mereka pakai untuk hal-hal yang berguna
seperti melakukan diskusi bersama ataupun melakukan kajian karena itu merupakan
tugas dan peran seorang mahasiswa sebagai agent of change. Potret budaya ilmiah
dilingkungan fakultas ilmu pendidikan universitas negeri Jakarta merupakan
salah satu dari sekian banyak perguruan tinggi yang tampaknya masih perlu
ditingkatkan lagi budaya ilmiahnya agar dapat bersaing ditengah pesatnya
perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Rendahnya
budaya ilmiah dikampus hijau ini tidak hanya terlihat dari rutinitas kegiatan
perkuliahan didalam kelas saja tetapi juga terlihat di perpustakaan-perpustakaan
yang masih terlihat lengang dihari-hari biasa. Perpustakaan fakultas ataupun
perpustakaan umum hanya ramai dikunjungi jika menjelang ujian akhir semester
saja. Ini membuktikan bahwa nilai-nilai budaya ilmiah masih rendah dikalangan
mahasiswa di kampus hijau ini. Perpustakaan sudah seharusnya menjadi tempat
sandaran meningkatkan budaya ilmiah dan tentu saja sebagai sarana untuk
meningkatkan budaya gemar membaca.
            Salah
satu mahasiswa universitas negeri Jakarta yang beinisial RN,  jurusan manajemen pendidikan fakultas ilmu
pendidikan ini, mengaku bahwa dalam seminggu ia biasa mengunjungi perpustakaan
tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu bahkan terkadang ia  hanya mengunjungi perpustakaan fakultas
ataupun perpustakaan umum jika ada tugas-tugas saja maupun hanya sekedar ingin
membaca-baca buku saja mengisi waktu luang. Buku-buku yang sering ia baca
adalah buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan mata kuliah tertentu dan
buku-buku test psikologi. 
            RN
bersama teman-temannya kerapkali mengisi waktu luang jika tidak ada kuliah
ataupun tidak ada dosen, mengisinya dengan bersenda gurau sambil menyantap
makan makanan ringan. Terkadang mereka isi waktu luang dengan mengerjakan tugas
jika memang ada tugas yang harus mereka kerjakan. Dalam perkuliahan pun mereka
tergolong mahasiswa yang aktif melakukan berbagai tanya jawab, diskusi,
beragumen, menyatakan pendapat maupun melakukan sharing kepada dosen  jika mereka menemui kesulitan dalam memahami
materi yang diberikan dosen. Gadis yang berdarah batak ini juga aktif dalam
organisasi mahasiswa yaitu organisasi PMK. Menurutnya organisasi mahasiswa
sangat penting bagi seorang mahasiswa karena organisasi mahasiswa dapat
menampung aspirasi-aspirasi mahasiswa, melatih kreativitas, mengembangkan bakat
dan minat setiap individu.
            Lain
RN lain halnya dengan SDP mahasiswa semester empat jurusan pendidikan luar
sekolah. ”Aku bersama teman-teman dikelas kalau nggak ada dosen atau nggak ada
kuliah biasanya aku bercanda ria, ngobrol tentang sesuatu yang biasanya
cewek-cewek omongin” cetus gadis berambut sebahu ini dengan gaya bicaranya yang
apa adanya. Hampir sama dengan RN,  dalam
hal kegiatan perkuliahannya SDP termasuk mahasiswa yang aktif bertanya jawab,
diskusi dan berpendapat. 
”Dalam diskusi atau pun presentasi dikelas
kalau lagi mood aku sering aktif dikelas tetapi kalau lagi nggak ada mood
belajar nich, aku malas untuk mengikuti diskusi ataupun presentasi dengan
serius” tuturnya dengan semangat. 
”Nggak hanya SDP aja yang aktif, aku  sering aktif juga lho dikelas”  sahut temannya yang duduk disebelah SDP seolah
tidak mau kalah dengannya dalam hal keaktifan dikelas. SDP mengaku bahwa ia
jarang mengunjungi perpustakaan, ia mngunjungi perpustakaan kalau ada tugas
saja dan sekedar ingin meminjam buku-buku kuliah saja. Ia mengaku bukan tipe
orang yang suka atau gemar pergi ke perpus. 
Apa yang dilakukan oleh RN dan SDP dalam
perkuliahan hanyalah gambaran kecil bagaimana potret budaya ilmiah di kampus
hijau Universitas Negeri Jakarta masih perlu digalakkan lagi dan ditingkatkan
agar tidak kalah saing dengan perguruan tinggi lain karena bagaimanapun juga
mahasiswa adalah seorang agent of change sekaligus masa depan bangsa dan negara
yang berperan membentuk community development.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar