Senin, 10 Januari 2011

Ratapan kesunyian

Kala insan terluka dalam sepi, merintih dalam sunyi.
Kekuatan sunyi tak lagi mampu menorehkan senyum.
Dalam untaian doa mengharap pelita Illahi.
Dengan buliran air mata yang membasahi pipi.
Kutemukan diriku menjabat kesendirian.
Betapa jiwa ini terkungkung duka nestapa.
Selembar hari terbentang hampa bagai secarik kertas putih tak terisi goresan pena.
Lakon pun karib dengan kesunyian.
Ketika qolbu tersayat luka.
Hanya seberkas cahaya kebaikan dan kekuatan doa.
Yang mampu menutup luka.
Tatkala kesunyian menyembunyikan pesan indah .
Menjelma menjadi ruang dinamika ekpresi manusia.
Kesunyian ibarat istirahat bagi yang lelah, sinar bagi yang kecewa,
matahari bagi yang sedih dan penghapus jenuh.
kini kesendirian dalam kesunyian tak selamanya terbalut dalam kesedihan.

Sabtu, 08 Januari 2011

Teori pasca ketergantungan

LATAR BELAKANG

Teori-teori tentang pembangunaan setelah munculnya Teori ketergantungan memang menjadi semarak. Karena itu, lepas dari kelemahan-kelemahan yang ada pada teori ketergantungan, munculnya teori ini , tidak bisa disangkal, telah member persfektif baru pada teori- teori pembangunan pada umumnya.
Salah satu persfektif penting yang diberikan adalah bahwa aspek eksternal dari pembangunan menjadi penting. Sebelumnya aspek tersebut kurang dianggap berperan. Negara-negara lain hanya dianggap sebagai mmitra dagang, yang sering kali sangat membantu proses pembangunna yang terjadi di suatu Negara. Ataupun dianggap menghambat, paling-paling karena Negara itu sangat besar kekuatan ekonominya, sehingga Negara yang sedang membangun tidak bisa bersaing dengan mereka.
Oleh teori ketergantungan ditunjukkkan bahwa negara- negara yang ekonominya lebih kuat bukan saja menghambat Karena menang dalam bersaing, tetapi juga ikut campur dalam mengubah struktur sosial , politik, dann ekonomi dan Negara yang lebih lemah. Kekuatan – kekuatan eksternal itu lebih diinternalisasikan oleh Negara yang lemah, sehingga tercipta sebuah struktur ketergantungan didalam negeri Negara ini.Proses perubahan structural inilah yang dipeajari oleh Cardoso melalui kasus – kasus yang dinegara-negara Amerika Latin.Walaupun tidak ada teori tunggal yang dapat menjelaskan teori ketergantungan, namun tedapat tiga ciri persamaan atas definisi yang disepakati oleh para ahli teori ketergantungan.
Pertama, ketergantungan membentuk sistem internasional yang terdiri dari dua negara yang digambarkan sebagai dominan/tergantung, pusat/periferi atau metropolitan/satelit. Negara-negara dominan adalah negara maju yang mempunyai kemajuan industri dan tergabung dalam Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Sedangkan negara-negara tergantung adalah Amerika Latin, Asia dan Afrika yang memiliki pendapatan per kapita yang rendah serta bergantung sepenuhnya kepada ekspor satu jenis komoditi untuk memperoleh devisa (foreign exchange).
Kedua, memiliki asumsi yang sama bahwa adanya kekuatan (dorongan) dari luar merupakan satu-satunya aktivtas ekonomi yang penting di dalam negara-negara yang bergantung. Kekuatan luar ini termasuklah Perusahaan Multi National (MNC’s) MNC, pasar komoditi internasional, bantuan luar negeri, komunikasi dan berbagai bentuk lainnya yang oleh negara-negara maju digunakan untuk kepentingan ekonomi mereka di luar negeri.
Ketiga, pengertian ketergantungan menunjukkan bahwa hubungan antara negara yang mendominan dan yang bergantung adalah dinamis, karena interaksi antara dua negara bukan hanya untuk saling menguatkan, tetapi juga untuk meningkatkan pola/corak yang tidak merata dalam pembagian ekonomi.
Seperti dinyatakan di atas, bahwa teori ketergantungan pertama kali dikemukakan oleh Prebisch dan dikemukakan kembali oleh ahli teori Marxis, Andre Gunder Frank dan diperlunak oleh Immanuel Wallerstein melalui teori sistem dunia. Teori ketergantungan menjadi popular pada 1960-an dan 1970-an sebagai kritik terhadap ahli teori pembangunan popular yang dilihat gagal untuk menjelaskan isu kemiskinan yang semakin meningkat di sebagian besar dunia

PERUMUSAN MASALAH

Dalam teori pasca ketergantungan ( perkembangan kekinian) ada beberapa teori yang dibahas dalam makalah ini yaitu , Teori Liberal dan juga Teori Artikulasi oleh Bill Warren. Maka di bab dua akan dibahas mengenai kedua teori tersebut.


TEORI PASCA KETERGANTUNGAN

Seperti diuraikan sebelumnya, kritik terhadap ketergantungan teori datang baik dari kubu teori-teori liberal maupun dari teori-teori marxis. Berikut merupakan dua teori yang akan dibahas yaitu, Teori liberal, dan Teori Artikulasi dari Bill Warren.

TEORI LIBERAL

Teori liberal pada dasarnya tidak banyak dipengaruhi oleh teori ketergantungan, teori liberal teteap berjalan seperti sebelumnya yakni mengukuti asumsi-asumsi bahwa modal dan investasi adalah masalah utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kritik terhadap teori liberal pada umumnya berkisar pada ketajaman definisi dari teori ketergantungan. Definisi yang ada dianggap terlalu kabur, sulit dijadikan sesuatu yang operasional. Tanpa kejelasan dan ketajaman konsep – konsep dasarnya, teori ketergantungan lebih merupakan sebuah retorika belaka. Agar konsep ketergantungan dapat di pakai untuk menyusun teori, maka ada dua kriteria yang harus dipenuhinya, yaitu:
a. Gejala ketergantungan ini harus hanya ada di negara – negara yang ekonominya mengalami ketergantungan dan tidak di negara yang tidak tergantung dengan negara lain.
b. Gejala ini mempengaruhi perkembangan dan pola pembangunan di negara – negara yang tergantung.
Dari penelitiannya terhadap aspek ekonomi dan sosiopolitik dari gejala ketergantungan , Lall melihan bahwa gejala ini juga terdapat di Negara-negara yang dianggap tidak tergantung. Misalnya tentang dominasi modal asing. Dalam kal ini, kanada dan Belgia akan lebih tergantung daripada India atau Pakistan. Tetapi sulit sekali memasukkan Kanada dan Belgia ke dalam kelompok Negara-negara yang tergantung, karena tingkat kemakmurannya yang tinggi. Baik dominasi maupun ketergantungan merupakan gejala yang umum yang ada di Negara-negara pusat maupun pinggiran.
Teori liberal pada dasarnya tidak banyak dipengaruhi oleh teori ketergantungan. Teori liberal tetap berjalan seperti sebelumnya, yakni mengikuti asumsi-asumsi bahwa modal dan investasi adalah masalah utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Teori yang dianut oleh para ahli ekonomi ini lebih mengembangkan diri pada keterampilan teknisnya, yakni bagaimana membuat table input-output yang baik, bagaimana mengukur keterkaitan diantara berbagai sector ekonomi dan sebagainya. Tentu saja bukan tidak berguna. Tetapi, yang kurang dipersoalkan adalah bagaimana faktor politik bisa dimasukkan ke dalam model mereka.

TEORI ARTIKULASI

Munculnya teori ini dikarenakan ketidakpuasan terhadap teori ketergantungan karena pada dasarnya pembangunan dan industrialisasi memang terjadi di negara-negara terbelakang. Mula pertama dikembangkan oleh antropolog Perancis, seperti Claude Meillassoux dan Pierre Phillippe Rey. Teori ini melihat persoalan keterbelakangan dalam lingkungan proses produksi, artinya keterbelakangan di negara-negara Dunia Ketiga harus dilihat sebagai kegagalan dari kapitalisme untuk berfungsi secara murni, sebagai akibat dari adanya cara produksi lain di negara-negara tersebut.
Teori Artikulasi bertitik tolak dari konsep Formasi Sosial. Dalam marxisme dikenal konsep cara produksi (mode of production), misalnya cara produksi feodal, cara produksi kapitalis, dan cara produksi sosialsi, yang ketiganya memiliki perbedaan. Misal dalam kapitalisme terdapat pasar bebas, akumulasi modal yang cepat dan sebagainya. Namun, kenyataan yang sesungguhnya dalam masyarakat tidak hitam putih seperti itu. Adanya cara peralihan seperti dari cara produksi feodal ke kapitalis bukan terjadi pada hitungan hari, tetapi memakan waktu yang lama dan pada waktu peralihan yang lama inilah terjadi percampuran dari dua atau lebih cara produksi. Oleh karena itu, gejala di mana beberapa cara produksi ada bersama disebut dengan formasi sosial.
Jika teori ketergantungan melihat bahwa kapitalisme yang menggejala di negara-negara pinggiran berlainan dengan kapitalisme yang menggejala di negara-negara pusat, maka teori artikulasi berpendapat bahwa kapitalisme di negara-negara pinggiran tidak dapat berkembang karena artikulasinya, atau kombinasi unsur-unsurnya tidak efisien. Dengan kata lain, kegagalan dari kapitalisme di negara-negara pinggiran bukan karena yang berkembang di sana adalah kapitalisme yang berbeda, tetapi karena koeksistensi cara produksi kapitalisme dengan cara produksi lainnya (kemungkinan) saling menghambat.
Teori Artikulasi bertitik tolak dari konsep formasi sosial. Dalam Marxisme dikenal konsep cara produksi. Masing-masing cara produksi mempunyai ciri yang berlainan dengan cara produksi lainnya. Namun dalam kenyataannya di dalam masyarakat selalu terdapat lebih dari satu cara produksi secara bersama-sama. Inilah yang disebut formasi sosial, yaitu gejala dimana beberapa cara berproduksi ada bersama.
Dalam Teori Artikulasi kapitalisme di negara-negara pinggiran tidak bisa berkembang karena artikulasinya atau kombinasi unsur-unsurnya tidak efisien. Ada banyak unsur penghambatnya. Bagi Teori Artikulasi kegagalan dari kapitalisme di negara-negara pinggiran bukan karena yang berkembang di sana adalah kapitalisme yang berbeda, tetapi karena koeksistensi cara produksi kapitalisme dengan cara produksi lainnya bersifat saling menghambat.
Teori Artikulasi disebut juga sebagai teori yang memakai pendekatan cara produksi. Pada teori ini, persoalan keterbelakangan dilihat dalam lingkungan proses produksi. Bagi teori artikulasi, keterbelakangan di Negara-negara duniaketiga harus di dilihat sebagai kegagalan dari kapitalisme untuk berfungsi secara murni. Sebagai akibat dari adanya cara produksi lain di Negara-negara tersebut.

BILL WARREN

Warren membantah inti teori ketergantungan, yakni bahwa perkembangan kapitalisme di Negara-negara pusat dan pinggiran berbeda. Kapitalisme di Negara manapun sama. Oleh karena itu, tesis warren cenderung menjadi a-historis dan dekat dengan teori para ahli ilmu social liberal.
Inti dari kritik Warren adalah bahwa dalam kenyataannya, negara-negara yang tergantung menunjukkan kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi dan proses industrialisasinya. Bahkan kemajuan ini menunjukkan bahwa negara-negara yang tergantung ini sedang mengarah pada pembangunan yang mandiri.
Berlawanan dengan pandangan kaum Marxis, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa prospek bagi sebuah pembangunan kapitalis yang berhasil di negara-negara berkembang ternyata baik. Pembangunan yang berhasil di negara-negara Asia Timur dan Tenggara dianggap sebagai salah satu bukti bahwa kapitalisme memang masih bugar, masih terus bisa mengembangkan dirinya.
Warren menunjukkan data-data yang memperlihatkannya bahwa setelah perang dunia kedua, anggapan akan adanya keterbelakangan di Negara-negara pinggiran hanya merupakan ilusi belaka. Ada enam pokok yang dibahasnya, yakni ; 1. Masalah PNB perkapita, 2. Masalah kesenjangan sosial, 3. Masalah marginalisasi, dimana orang jadi tersingkir dari lapangan kerjanya, 4. Masalah produksi yang diarahkan pada barang-barang mewah, dan bukan barang pada kebutuhan pokok, 5. Masalah industrialisasi, 6. Masalah kapitalisme.
Dari data statistic yang dikumpulkannya, warren membuktikan bahwa apa yang diramalkan oleh teori ketergantungan ternyata tidak benar. Oleh karena itu, dia menyimpulkan :
“Jadi, berlawanan dengan pendapat umum yang ada, dunia ketiga tidak mengalami kemandekan secara relative maupunabsolut setelah perang dunia ke dua, sebaliknya, kemajuan yang berarti dalam hal kemakmuran material dan pembangunan kekuatan produksi telah tercapai, dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan sebelum perang. Kenyataan ini juga berlawanan dengan pandangan kaum marxis yang menyatakan bahwa pembangunan nasional yang mengikuti jalan kapitalis bisa terjadi di dunia ketiga”.
Bagi Warren, tidak bisa dicegah lagi bahwa kapitalisme akan berkembang dan menggejala di semua Negara di dunia ini. Baru setelah kapitalisme berkembang sampai mencapai titik jenuhnya, perubahan ke sosialisme dimungkinkan. Karena itu, memaksakan perubahan ke sosialisme sekarang juga merupakan hal yang sia-sia, karena pada saat ini perkembangan kapitalisme belum mencapai titik jenuhnya. Karena itu, perkembanngan kapitalisme di Negara-negara pinggiran masih dimungkinkan. Pembangunan yang berhasil di Negara-negara Asia Timur ( Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura) dianggap sebagai salah satu bukti bahwa kapitalisme memang masihh bugar, masih terus bisa mengembangkan dirinya.
2.4. IMMANUEL WALLERSTEIN: TEORI SISTEM DUNIA
Teori ini berpendapat bahwa dulu didunia terdapat sistem – sistem kecil atau sistem mini dalam bentuk kerajaan atau bentuk pemerintahan lainnya. Kemudian terjadi penggabungan-penggabungan, baik melalui penaklukan secara militer maupun secara sukarela. Sebuah kerajaan besar kemudian muncul. Meskipun tidak sampai menguasai seluruh dunia, tetapi karena besarnya yang luar biasa dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan yang ada sebelumnya, kerajaan ini disebut sebagai kerajaan dunia atau world empire.
Kerajaan dunia ini mengendalikan kawasannya melalui sebuah sistem politik yang dipusatkan. Perkembangan teknologi perhubungan dan perkembangan di bidang lain kemudian memunculkan sistem perekonomian dunia yang menyatu. Dengan kata lain, sistem perekonomian dunia adalah satu-satunya sistem dunia yang ada. Sistem dunia inilah yang sekarang ada sebagai kekuatan yang menggerakkan negara-negara di dunia. Sistem dunia yang ada sekarang adalah kapitalisme global.

KESIMPULAN

Teori liberal pada dasarnya tidak banyak dipengaruhi oleh teori ketergantungan, teori liberal teteap berjalan seperti sebelumnya yakni mengukuti asumsi-asumsi bahwa modal dan investasi adalah masalah utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kritik terhadap teori liberal pada umumnya berkisar pada ketajaman definisi dari teori ketergantungan. Definisi yang ada dianggap terlalu kabur, sulit dijadikan sesuatu yang operasional. Tanpa kejelasan dan ketajaman konsep – konsep dasarnya, teori ketergantungan lebih merupakan sebuah retorika belaka.
Teori liberal pada dasarnya tidak banyak dipengaruhi oleh teori ketergantungan. Teori liberal tetap berjalan seperti sebelumnya, yakni mengikuti asumsi-asumsi bahwa modal dan investasi adalah masalah utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Teori yang dianut oleh para ahli ekonomi ini lebih mengembangkan diri pada keterampilan teknisnya, yakni bagaimana membuat table input-output yang baik, bagaimana mengukur keterkaitan diantara berbagai sector ekonomi dan sebagainya. Tentu saja bukan tidak berguna. Tetapi, yang kurang dipersoalkan adalah bagaimana faktor politik bisa dimasukkan ke dalam model mereka.
Teori Artikulasi bertitik tolak dari konsep Formasi Sosial. Dalam marxisme dikenal konsep cara produksi (mode of production), misalnya cara produksi feodal, cara produksi kapitalis, dan cara produksi sosialsi, yang ketiganya memiliki perbedaan. Misal dalam kapitalisme terdapat pasar bebas, akumulasi modal yang cepat dan sebagainya. Namun, kenyataan yang sesungguhnya dalam masyarakat tidak hitam putih seperti itu. Adanya cara peralihan seperti dari cara produksi feodal ke kapitalis bukan terjadi pada hitungan hari, tetapi memakan waktu yang lama dan pada waktu peralihan yang lama inilah terjadi percampuran dari dua atau lebih cara produksi. Oleh karena itu, gejala di mana beberapa cara produksi ada bersama disebut dengan formasi sosial.
Teori Artikulasi disebut juga sebagai teori yang memakai pendekatan cara produksi. Pada teori ini, persoalan keterbelakangan dilihat dalam lingkungan proses produksi. Bagi teori artikulasi, keterbelakangan di Negara-negara duniaketiga harus di dilihat sebagai kegagalan dari kapitalisme untuk berfungsi secara murni. Sebagai akibat dari adanya cara produksi lain di Negara-negara tersebut.
Warren membantah inti teori ketergantungan, yakni bahwa perkembangan kapitalisme di Negara-negara pusat dan pinggiran berbeda. Kapitalisme di negara manapun sama. Oleh karena itu, tesis warren cenderung menjadi a-historis dan dekat dengan teori para ahli ilmu social liberal.
Inti dari kritik Warren adalah bahwa dalam kenyataannya, negara-negara yang tergantung menunjukkan kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi dan proses industrialisasinya. Bahkan kemajuan ini menunjukkan bahwa negara-negara yang tergantung ini sedang mengarah pada pembangunan yang mandiri.

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta ; PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI.

Rabu, 05 Januari 2011

Dimensi struktur sosial budaya dalam fenomena ketenagakerjaan

1.1. Latar Belakang

Surplus tenaga kerja sudah lama menjadi masalah serious dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Lebih dari 200 juta penduduk Indonesia yang berkembang pesat menghasilkan angkatan kerja yang berjumlah besar dan tumbuh cepat. Karena itu sejumlah besar angkatan kerja tidak terserap dalam ekonomi Indonesia. Kelebihan pasokan tenaga kerja dalam jumlah besar ini menimbulkan masalah ketenagakerjaan yang serious dan tersebar luas. Dampak utama adalah meledaknya sektor informal dan setengah pengangguran, sehingga intensitas dan produktivitas pekerja rendah yang menyebabkan penghasilan pekerja sangat kecil. Akibatnya tingkat hidup sebagian besar penduduk masih sangat rendah, malahan sejumlah besar penduduk masih hidup dalam kemiskinan. Perencana, pembuat kebijakan dan pengamate konomi Indonesia menaruh perhatian besar pada masalah ini. Pengangguran, setengah pengangguran dan rendahnya tingkat hidup sudah lama menjadi masalah serious dan tidak pernah berkurang selama 40 tahun pembangunan ekonomi Indonesia. Bahkan selama kurun waktu “Keajaiban Ekonomi” (ekonomi tumbuh cepat dalam tahun sembilan-puluhan) struktur ekonomi yang timpang tidak banyak membaik.
Ditambah lagi dengan struktur budaya masyarakat Indonesia yang belum memiliki budaya etos kerja yang tinggi. Budaya malas masih sering hinggap di masyarakat Indonesia. Masalah karakter atau etos kerja bagi bangsa Indonesia adalah salah satu masalah yang amat krusial, bukan hanya karena banyaknya penganggur yang sampai saat ini masih tetap tinggi. Namun yang bekerjapun disamping penghasilannya yang pas-pasan, kebanyakan diantara para pekerja itu seolah tidak mempunyai daya dan motivasi dalam bekerja sehingga mereka tampak seperti pasrah dan menyerah pada nasib. Nasib malahan diyakini sebagai sebuah sebuah takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan, dan oleh karenanya tidak boleh ditentang.
2.1. Pengertian Struktur Sosial Budaya
Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal.
Para ahli sosiologi merumuskan definisi struktur sosial sebagai berikut:
1.George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola perilakunya.
2. George C. Homans: struktur sosial merupakan hal yang memiliki hubungan erat dengan perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari.
3. William Kornblum: struktur sosial adalah susunan yang dapat terjadi karena adanya pengulangan pola perilaku undividu.
4. Soerjono Soekanto: struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial.
A. Ciri-ciri Struktur Sosial
1. Muncul pada kelompok masyarakat
Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran. Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam suatu sebuah kelompok atau masyarakat. Pada setiap sistem sosial terdapat macam-macam status dan peran indvidu. Status yang berbeda-beda itu merupakan pencerminan hak dan kewajiban yang berbeda pula.
2. Berkaitan erat dengan kebudayaan
Kelompok masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur sosialnya sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Hal-hal yang memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia adalah sbb:
a. Keadaan geografis
Kondisi geografis terdiri dari pulau-pulau yang terpisah. Masyarakatnya kemudian mengembangkan bahasa, perilaku, dan ikatan-ikatan kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
b. Mata pencaharian
Masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian yang beragam, antara lain sebagai petani, nelayan, ataupun sektor industri.
c. Pembangunan
Pembangunan dapat memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia. Misalnya pembangunan yang tidak merata antar daerah dapat menciptakan kelompok masyarakat kaya dan miskin.
3. Dapat berubah dan berkembang
Masyarakat tidak statis karena terdiri dari kumpulan individu. Mereka bisa berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Karenanya, struktur yang dibentuk oleh mereka pun bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
B. Fungsi Struktur Sosial
1. Fungsi Identitas
Struktur sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah kelompok. Kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial, dan budaya akan mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari kelompok lainnya.
2. Fungsi Kontrol
Dalam kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan dalam diri individu untuk melanggar norma, nilai, atau peraturan lain yang berlaku dalam masyarakat. Bila individu tadi mengingat peranan dan status yang dimilikinya dalam struktur sosial, kemungkinan individu tersebut akan mengurungkan niatnya melanggar aturan. Pelanggaran aturan akan berpotensi menimbulkan konsekuensi yang pahit.
3. Fungsi Pembelajaran
Individu belajar dari struktur sosial yang ada dalam masyarakatnya. Hal ini dimungkinkan mengingat masyarakat merupakan salah satu tempat berinteraksi. Banyak hal yang bisa dipelajari dari sebuah struktur sosial masyarakat, mulai dari sikap, kebiasaan, kepercayaan dan kedisplinan.
C. Bentuk Struktur Sosial
Bentuk struktur sosial terdiri dari stratifikasi sosial dan diferensiasi sosial. Masing-masing punya ciri tersendiri.
1. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi berasal dari kata strata atau tingkatan. Stratifikasi sosial adalah struktur dalam masyarakat yang membagi masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan. Ukuran yang dipakai bisa kekayaan, pendidikan, keturunan, atau kekuasaan. Max Weber menyebutkan bahwa kekuasaan, hak istimewa dan prestiselah yang menjadi dasar terciptanya stratifikasi sosial. Adanya perbedaan dalam jumlah harta, jenjang pendidikan, asal-usul keturunan, dan kekuasaan membuat manusia dapat disusun secara bertingkat. Ada yang berada di atas, ada pula yang menempati posisi terbawah.

Berdasarkan sifatnya, stratifikasi sosial dapat dibagi menjadi 2:
1. Stratifikasi Sosial Tertutup
Adalah stratifikasi sosial yang tidak memungkinkan terjadinya perpindahan posisi (mobilitas sosial)
2. Stratifikasi Sosial terbuka
Adalah stratifikasi yang mengizinkan adanya mobilitas, baik naik ataupun turun. Biasanya stratifikasi ini tumbuh pada masyarakat modern.
Bentuk-bentuk mobilitas sosial:
a. Mobilitas Sosial Horizontal
Di sini, perpindahan yang terjadi tidak mengakibatkan berubahnya status dan kedudukan individu yang melakukan mobilitas.
b. Mobilitas Sosial Vertikal
Mobilitas sosial yang terjadi mengakibatkan terjadinya perubahan status dan kedudukan individu.
Mobilitas sosial vertikal terbagi menjadi 2:
1. Vertikal naik
Status dan kedudukan individu naik setelah terjadinya mobilitas sosial tipe ini.
2. Vertikal turun
Status dan kedudukan individu turun setelah terjadinya mobilitas sosial tipe ini.
c. Mobilitas antargenerasi
Ini bisa terjadi bila melibatkan dua individu yang berasal dari dua generasi yang berbeda.
c. Stratifikasi Sosial Campuran
Hal ini bisa terjadi bila stratifikasi sosial terbuka bertemu dengan stratifikasi sosial tertutup. Anggotanya kemudian menjadi anggota dua stratifikasi sekaligus. Ia harus menyesuaikan diri terhadap dua stratifikasi yang ia anut.
Menurut dasar ukurannya, stratifikasi sosial dibagi menjadi:
a. Dasar ekonomi
Berdasarkan status ekonomi yang dimilikinya, masyarakat dibagi menjadi:
1) Golongan Atas
Termasuk golongan ini adalah orang-orang kaya, pengusaha, penguasan atau orang yang memiliki penghasilan besar.
2) Golongan Menengah
Terdiri dari pegawai kantor, petani pemilik lahan dan pedagang.;
3) Golongan Bawah
Terdiri dari buruh tani dan budak.
b. Dasar pendidikan
Orang yang berpendidikan rendah menempati posisi terendah, berturut-turut hingga orang yang memiliki pendidikan tinggi.
c. Dasar kekuasaan
Stratifikasi jenis ini berhubungan erat dengan wewenang atau kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang. Semakin besar wewenang atau kekuasaan seseorang, semakin tinggi strata sosialnya. Penggolongan yang paling jelas tentang stratifikasi sosial berdasarkan kekuasaan terlihat dalam dunia politik.

Dampak adanya stratifikasi sosial:
a. Dampak Positif
Orang yang berada pada lapisan terbawah akan termotivasi dan terpacu semangatnya untuk bisa meningkatkan kualitas dirinya, kemudian mengadakan mobilitas sosial ke tingkatan yang lebih tinggi.
b. Dampak Negatif
Dapat menimbulkan kesenjangan sosial
B. Diferensiasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, diferensiasi sosial adalah penggolongan masyarakat atas perbedaan-perbedaan tertentu yang biasanya sama atau sejajar. Jenis diferensiasi antara lain:
a. Diferensiasi ras
Ras adalah su8atu kelompok manusia dengan ciri-ciri fisik bawaan yang sama. Secara umum, manusia dapat dibagi menjadi 3 kelompok ras, yaitu Ras Mongoloid, Negroid, dan Kaukasoid. Orang Indonesia termasuk dalam ras Mongoloid.
b. Diferensiasi suku bangsa
Suku bangsa adalah kategori yang lebih kecil dari ras. Indonesia termasuk negara dengan aneka ragam suku bangsa yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga papua.
c. Diferensiasi klen
Klen merupakan kesatuan keturunan, kepercayaan, dan tradisi. Dalam masyarakat Indonesia terdapat 2 bentuk klen utama, yaitu:

a. Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal)
Contohnya yang terdapat pada masyarakat Minangkabau.
b. Klen atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal)
Contohnya yang terdapat pada masyarakat Batak.
d. Diferensiasi agama
Di Indonesia kita mengenal agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghuchu, dan kepercayaan lainnya.
e. Diferensiasi profesi
Masyarakat biasanya dikelompokkan atas dasar jenis pekerjaannya.
f. Diferensiasi jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, masyarakat dibagi atas laki-laki dan perempuan yang memiliki derajat yang sama.

2.2. Dimensi-dimensi Struktur Sosial Budaya

struktur sosial adalah ’merupakan jaringan daripada unsur-unsur sosial yang pokok dalam kehidupan di masyarakat’. Unsur-unsur sosial yang pokok tersebut antara lain: (1) interaksi sosial; (2) kelompok sosial; (3) kebudayaan atau nilai-norma sosial; (4) lembaga-lembaga sosial; (5) stratifikasi sosial; dan (6) kekuasaan atau wewenang (Soekanto, S., 1984); dan (2) Konsep ‘struktur’ yang dipergunakan dalam analisis teori-teori sosiologi. Dalam hal ini ada dua konsep yang berbeda, yaitu: Pertama, konsep ‘struktur’ menurut pandangan teori fungsional struktural, adalah ‘sesuatu yang berada di luar (eksternal) aktor dan memaksa (determinis) pada aktor atau individu dalam melakukan aktifitas sosial di masyarakat. Jadi, struktur sosial berperan untuk membentuk, mengekang dan menentukan aktifitas sosial individu dalam masyarakat; dan Kedua, konsep ‘struktur’ menurut pandangan teori strukturasi Giddens, yaitu: Struktur dimaknai sebagai ‘properti-properti’ yang berstruktur, atau ‘seperangkat atau sekumpulan aturan dan sumber daya yang berulangkali terorganisasi’ (recursively organized sets of rules and resources). Dalam hal ini berarti: Struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen manusia. Struktur bukan bersifat mengekang, mewarnai, membentuk dan memaksa tindakan sosial individu di masayarakat, sebab ada faktor agen (kemampuan jiwa, pikiran individu) juga ikut mewarnai, menentukan aktifitas sosial individu di masyarakat (Giddens, 1984; Faisal, S. 1998). Jadi, dalam pandangan teori strukturasi, makna struktur sosial bisa menggambarkan fenomena yang berskala makro dan juga menggambarkan fenomena yang berskala mikro, keduanya (makro-mikro) saling mengisi.
Menurut Mc. Guire dalam Soekanto, S., (1984), bahwa mengkaji tentang struktur sosial harus dipahami dimensi-dimensi struktur sosial masyarakat, sedangkan dimensi-dimensi struktur sosial adalah:
1. Dimensi yang mencakup status atau kedudukan sosial (social status), yang bisa didasarkan atas: status keluarga atau keturunan, status kekayaan, status keahlian atau kemampuan, status pengaruh/ kekuasaan, status adat atau tradisi dan sebagainya. Dari status tersebut tersebut memunculkan stratifikasi sosial dalam tiga lapisan, yaitu: upper class, middle class, dan lower class.
2. Dimensi yang mencakup lembaga-lembaga sosial (social institution), yaitu meliputi: political institution, domestic institution, economc institution, educational institution, scientific institution, religious institution, somatic institution, dan sebagainya.
3. Dimensi yang mencakup derajat konformitas terhadap perilaku yang tidak dikehendaki (pantang) atau yang dikehendaki oleh masyarakat. Konformitas tersebut mencakup titik yang paling patut dilakukan sampai pada penyimpangan (deviant).
4. Dimensi yang mencakup kelompok-kelompok sosial, misalnya: calor caste, ethnic group, varian orientation, varian by society, dan sebagainya.
Keempat, konsep kehidupan sosial sebagai suatu sistem. Kehidupan sosial disebut sebagai ‘sistem sosial’ adalah karena dalam kehidupan sosial terdapat unsur-unsur (sebagai sub unsur), yang masing-masing unsur sosial tersebut bertindak sebagai sub sistem yang saling mempengaruhi atau kait mengkait dalam proses kehidupan.
Menurut Berry, D., (1981), bahwa sistem sosial pada dasarnya adalah bagian dari pembahasan tentang masyarakat (society), dalam dialog sehari-hari sering pengertian ‘masyarakat’ dengan ‘sistem sosial’ hampir sinonim, terutama dalam mengungkap tentang ‘sistem masyarakat’ dengan ‘sistem sosial’, padahal tidak selalu demikian, karena meskipun konsep ‘sistem’ dapat dikenakan pada masyarakat yang memiliki kekuatan ‘impersonal’ terhadap individu, sistem juga dapat berhubungan dengan aspek-aspek atau karakter individu, misalnya: sistem di universitas bisa mendorong dosen bertindak otoriter; sistem dalam kepartaian, bisa mendorong DPR melakukan korupsi, sistem rumah sakit bisa menyebabkan orang menjadi sakit (hal ini sering disebut dimensi latensi).
Sedangkan karakteristik suatu sistem sosial adalah: Pertama, ditinjau dari ruang lingkupnya, maka sistem sosial dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bersifat makro, dan mikro. Bersifat makro adalah menunjuk pada sistem sosial (sistem masyarakat) yang berskala besar atau luas, misalnya: Sistem pendidikan nasional; Sistem peradilan negara; Sistem perdagangan nasional; Sistem pertahanan nasional. Jadi unsur-unsur dalam sistem makro atau sub sistem sosial makro juga sangat luas atau kompleks. Sedangkan sistem sosial yang bersifat mikro adalah menunjuk pada bentuk sistem sosial yang kecil, misalnya sistem keluarga. Jadi sub sistem atau unsur-unsur dalam sistem keluarga juga sempit dan kecil, misalnya dalam keluarga inti, sub unsurnya adalah ayah, ibu dan anak; Kedua, perubahan atau perkembangan dari salah satu aspek atau unsur atau sub sistem akan mempengaruhi atau menghasilkan perubahan pada sub sistem lainnya, misalnya perubahan pada sub sistem ekonomi nasional akan membawa implikasi perubahan pada aspek politik, aspek keamanan atau sub sistem lainnya; dan Ketiga, antara sub sistem satu dengan sub sistem lainnya dalam ’sistem sosial’ bersifat deterministik (saling mempengaruhi).
Sifat determinasi sub sistem satu pada sub sistem lainnya dalam ‘sistem sosial’ tersebut akan memungkinkan menghasilkan dua bentuk, yaitu: (1) membawa perubahan yang mengarah kepada pulihnya kembali keseimbangan sistem (equilibrium) dan mempertahankan status quo; dan (2) membawa perubahan yang mengarah pada kegoncangan sistem karena munculnya beragam perilaku menyimpang para angggota sistem (Soekanto, S., 1984; Ritzer, G and Goodman, D.J. 2003). Dalam kehidupan masyarakat modern, ‘sistem sosial’ akan berkembang semakin kompleks, terdiferensiasi, terintegrasi dan banyak ditandai oleh pertimbangan-pertimbangan instrumental, karena perkembangnya spesialisasi-spesialisasi bidang kehidupan (Habermas, J., 1986).
Suatu kehidupan sosial dianggap sebagai suatu ‘sistem sosial’, mengandung arti bahwa ‘kehidupan sosial tersebut mempunyai unsur-unsur atau sub unsur sosial yang saling berinteraksi satu dengan lainnnya, dan unsur-unsur tersebut membentuk struktur sistem sosial itu sendiri dan mengatur sistem sosial’. Unsur-unsur sistem sosial tersebut antara lain: (a) pengetahuan atau keyakinan; (b) sentimen atau perasaan (tindakan afektif); (c) tujuan atau sasaran atau cita-cita; (d) nilai dan norma sosial; (e) kedudukan (status) dan peranan (role) sosial; (f) stratifikasi sosial (tingkatan sosial seseorang dalam kelompok); (g) kekuasaan atau pengaruh (power), atau wewenang; (h) sanksi atau pengendalian atau kontrol sosial; (i) sarana atau fasilitas dalam kehidupan kelompok; dan (j) tekanan dan ketegangan (Sulaeman, M., 1998).
Contoh keterkaitan antar unsur-unsur sosial tersebut dalam kehidupan sosial yang menggambarkan ‘suatu sistem’ adalah: ‘misalnya dalam kehidupan keluarga, seseorang yang membangun kehidupan keluarga agar berlangsung secara integratif, maka: (a) harus mendasarkan pada sistem keyakinan atau pengetahuan yang baik tentang syarat-syarat membangun keluarga bahagia (integratif); (b) proses sosialisasi dan interaksi antar anggota keluarga (ayah, ibu dan anak) tersebut harus berdasarkan ikatan batin yang kuat, satu keyakinan, satu perasaan atau didasarkan pada tindakan afektif; (c) semuan anggota keluarga dalam menjalin interaksi dan sosialisasi harus berdasarkan pada tujuan atau sasaran atau cita-cita yang telah disepakati dalam keluarga, yaitu mencapai keluarga bahagia (keluarga yang integratif); (d) dalam membangun keyakinan, interaksi dan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan keluarga, harus mendasarkan pada nilai dan norma yang telah disepakati dalam keluarga; (e) dalam upaya mewujudkan peran atau fungsi anggota keluarga di atas, maka harus diperhatikan keberagaman kedudukan (status) atau lapisan status dan peranan (role) masing-masing angggota dalam keluarga; (f) dalam upaya merealisasikan tujuan terwujudkan integrasi keluarga, maka diperlukan figus orang tua yang melaksanakan wewenang atau kekuasaan dalam keluarga secara demokrasi; dan (g) agar pelaksanaan pemberian layanan pendidikan pada anaka dan anggota keluarga secara baik maka diperlukan sarana dan prasarana dengan baik dan adanya sistem kontrol yang tegas tetapi mendidik’.

2.3. Dimensi-Dimensi Struktur Sosial Budaya Dalam fenomena Ketenagakerjaan
Insititute for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007), memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1), Thailand (27), Malaysia (28), Korea (29), Cina (31), India (39), dan Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business Efficiency (59), dan Government Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin karena faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata. Bisa dibayangkan dengan kondisi krisis finansial global belakangan ini bisa-bisa posisi Indonesia akan bertahan kalau tidak ada remedi yang tepat.
Produktivitas kerja jangan dipandang dari ukuran fisik saja. Dalam pemahaman tentang produktifitas dan produktif disitu terkandung aspek sistem nilai. Manusia produktif menilai produktivitas dan produktif adalah sikap mental. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin; hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jadi kalau seseorang bekerja, dia akan selalu berorientasi pada produktivitas kerja di atas atau minimal sama dengan standar kerja dari waktu ke waktu. Bekerja produktif sudah sebagai panggilan jiwa dan kental dengan amanah. Dengan kata lain sikap tersebut sudah terinternalisasi. Tanpa diinstruksikan dia akan bertindak produktif. Itulah yang disebut budaya kerja positif (produktif). Sementara itu budaya bekerja produktif mengandung komponen-komponen: (1) pemahaman substansi dasar tentang bekerja, (2) sikap terhadap karyawanan, (3) perilaku ketika bekerja, (4) etos kerja dan (5) sikap terhadap waktu. Pertanyaannya apakah semua kita sudah berbudaya kerja produktif?
Budaya kerja produktif di Indonesia, belum merata. Bekerja masih dianggap sebagai sesuatu yang rutin. Bahkan di sebagian karyawan, bisa jadi bekerja dianggap sebagai beban dan paksaan terutama bagi orang yang malas. Pemahaman karyawan tentang budaya kerja positif masih lemah. Budaya organisasi atau budaya perusahaan masih belum banyak dijumpai. Hal ini pulalah juga agaknya yang kurang mendukung terciptanya budaya produktif. Perusahaan belum mengganggap sikap produktif sebagai suatu sistem nilai. Seolah-olah karyawan tidak memiliki sistem nilai apa yang harus dipegang dan dilaksanakan. Karena itu tidak jarang perusahaan yang mengabaikan kesejahteraan karyawan termasuk upah minimumnya. Ditambah dengan rata-rata pendidikan karyawan yang relatif masih rendah maka produktivitas pun rendah. Karena itu tidak heran produktivitas kerja di Indonesia termasuk terendah dibanding dengan negara-negara lain di Asia. Mengapa bisa seperti itu?
Hal demikian bisa dijelaskan lewat formula matematika sederhana. Produktivitas kerja merupakan rasio dari keluaran/output dengan inputnya. Bentuk output dapat berupa barang dan jasa. Sementara input berupa jumlah waktu kerja, kondisi mutu dan fisik karyawan, tingkat upah dan gaji, teknologi yang dipakai dsb. Jadi output yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh faktor input yang digunakan. Dengan demikian produktivitas kerja di Indonesia relatif rendah karena memang rendahnya faktor-faktor kualitas fisik, tingkat pendidikan, etos kerja, dan tingkat upah dari karyawan. Hal ini ditunjukkan pula oleh angka indeks pembangunan manusia di Indonesia (gizi, pendidikan, kesehatan) yang relatif lebih rendah dibanding di negara-negara tetangga.
Seharusnya faktor-faktor tersebut perlu dikuasai secara seimbang agar para karyawan mampu mencapai produktivitas yang standar. Pendidikan dan pelatihan perlu terus dikembangkan disamping penyediaan akses teknologi. Kompetensi (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) karyawan menjadi tuntutan pasar kerja yang semakin mendesak. Dengan kata lain suasana proses pembelajaran plus dukungan kesejahteraan karyawan perlu terus dikembangkan.

3.1. Kesimpulan

Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal. Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran. Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam suatu sebuah kelompok atau masyarakat.
Fungsi Struktur Sosial : Fungsi Identitas, Fungsi Kontrol, dan fungsi pembelajaran. Menurut Mc. Guire dalam Soekanto, S., (1984), bahwa mengkaji tentang struktur sosial harus dipahami dimensi-dimensi struktur sosial masyarakat, sedangkan dimensi-dimensi struktur sosial adalah:
1. Dimensi yang mencakup status atau kedudukan sosial (social status), yang bisa didasarkan atas: status keluarga atau keturunan, status kekayaan, status keahlian atau kemampuan, status pengaruh/ kekuasaan, status adat atau tradisi dan sebagainya.
2. Dimensi yang mencakup lembaga-lembaga sosial (social institution), yaitu meliputi: political institution, domestic institution, economc institution, educational institution, scientific institution, religious institution, somatic institution, dan sebagainya.
3. Dimensi yang mencakup derajat konformitas terhadap perilaku yang tidak dikehendaki (pantang) atau yang dikehendaki oleh masyarakat. Konformitas tersebut mencakup titik yang paling patut dilakukan sampai pada penyimpangan (deviant).
4. Dimensi yang mencakup kelompok-kelompok sosial, misalnya: calor caste, ethnic group, varian orientation, varian by society, dan sebagainya.

Sistem Kompensasi

Imbalan atau kompensasi adalah faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada organisasi yang lainnya. Perusahaan harus cukup kompetitif dengan beberapa jenis kompensasi untuk mempekerjakan, mempertahankan, dan memberi imbalan terhadap kinerja setiap individu di dalam organisasi. Sistem kompensasi dalam organisasi harus dihubungkan dengan dengan tujuan dan strategi organisasi serta keseimbangan antara keuntungan dan biaya pengusaha dengan harapan dari karyawan.
Sebagai seorang pegawai/karyawan yang bekerja disebuah organisasi, baik diperusahaan swasta maupun instansi pemerintah, tentunya berharap akan memperoleh penghasilan yang cukup guna memenuhi kebutuhannya yang paling dasar atau primer yaitu kebutuhan fisiologis atau kebutuhan untuk hidup terus seperti kebutuhan akan sandang, pangan dan perumahan maupun untuk berprestasi, afiliasi, kekuatan atau aktualisasi diri. Oleh karena itu penghasilan yang dikenal dengan Imbalan/kompensasi yang menjadi hak setiap karyawan, menjadi faktor yang sangat penting dalam kehidupan individu, sebagaimana pendapat para psikolog yang menyatakan bahwa individu mempunyai banyak kebutuhan, tetapi hanya sebagian yang dapat secara langsung dipuaskan dengan uang, sedangkan kebutuhan lainnya dapat dipuaskan secara tidak langsung dengan uang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1996, imbalan mencakup semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pegawainya dan diterima atau dinikmati oleh pekerja baik secara langsung, rutin atau tidak langsung.Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa uang masih tetap merupakan motivator paling penting, untuk itu perusahaan dituntut untuk dapat menetapkan kebijakan imbalan/kompensasi yang paling tepat, agar kinerja karyawan dapat terus ditingkatkan sekaligus untuk mencapai tujuan dari perusahaan.
Dalam makalah ini kami membahas tentang pengertian kompensasi, jenis-jenis kompensasi, tujuan sistem kompensasi, faktor-faktor yang mempengaruhi sistem kompensasi, faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan kompensasi, komponen-komponen kompensasi, pengertian motivasi, dan hubungan motivasi dengan sistem upah.

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya :
1. Pengertian kompensasi?
2. Jenis-jenis kompensasi?
3. Tujuan kompensasi?
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Kompensasi?
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Kompensasi?
6. Syarat-syarat Kebijakan dan Sistem Kompensasi?
7. Komponen-komponen Kompensasi?
8. Pengertian Motivasi ?
9. Hubungan motivasi dengan sistem upah?
2.1. Pengertian Kompensasi

Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Sebaliknya besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan kepuasaan kerja karyawan. Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikannya kepada organisasi atau perusahaan tempat ia bekerja.
Kompensasi merupakansesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian

2.2. Jenis Kompensasi

Kompensasi langsung, penghargaan atau ganjaran yang disebut gaji atau upah, yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap. Contohnya : gaji, upah, honor, bonus, komisi, insentif dll.
Kompensasi tidak langsung, program pemberian penghargaan atau ganjaran dengan variasi yang luas, sebagai pemberian bagian keuntungan organisasi atau perusahaan. Contohnya : Jaminan Keamanan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja, Pembayaran Upah selama tidak bekerja, Pelayanan bagi pekerja, THR, Tunjangan Hari Natal, asuransi-asuransi.
Kompensasi tidak langsung (Fringe Benefit). Fringe benefit merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan perusahaan terhadap semua karyawan sebagai upaya meningkkatkan kesejahteraan para karyawan.

2.3. Tujuan Sistem Kompensasi

Pemberian kompensasi dalam suatu organisasi harus diatur sedemikian rupa sehingga merupakan sistem yang baik dalam organisasi. Dengan sistem yang baik ini akan mencapai tujuan , antara lain :
a. Menghargai prestasi kerja.
Dengan pemberian kompensasi yang memadai adalah suatu penghargaan dari organisasi kepada karyawan atas prestasi kerja nya.
b. Menjamin keadilan.
Dengan adanya sistem kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan di antara karyawan dalam organisasi/perusahaan. Manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan internal mensyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan dengan nilai relative sebuah pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayar dengan besaran yang sama. Keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap pekerja merupakan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain di pasar kerja.
c. Mempertahankan karyawan.
Dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan akan betah atau bertahan pada suatu organisasi. Hal ini dapat mencegah terjadinya ke luarnya karyawan dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Para karyawan dapat keluar jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.
d. Memperoleh karyawan yang bermutu.
Dengan sistem kompensasi yang baik akan menarik lebih banyak calon karyawan. Dengan banyaknya calon karyawan akan lebih banyak mempunyai peluang untuk memilih karyawan yang bermutu tinggi.
e. Pengendalian biaya.
Dengan sistem pemberian kompensasi yang baik , akan mengurangi seringnya melakukan rekruitmen, sebagai akibat dari makin seringnya karyawan yang ke luar mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. System kompensasi yang rasional membantu perusahaan memperoleh dan mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan. Tanpa manajemen kompensasi efektif, bias jadi pekerja dibayar dibawah atau diatas standard.
f. Memenuhi peraturan-peraturan.
Sistem administrasi kompensasi yang baik , merupakan tuntutan dari pemerintah (hukum). System gaji dan upah yang sehat mempertimbangkan factor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Kompensasi

Sistem kompensasi oleh organisasi kepada karyawannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut :
a.Produktivitas.
Organisasi berkeinginan umtuk memperoleh keuntungan-keuntungan berupa material maupun non material. Maka dari itu organisasi mempertimbangkan produktivitas karyawannya dalam kontribusinya dalam terhadap keuntungan dari organisasi tersebut.
b.Kemampuan untuk membayar.
Pemberian kompensasi tergantung kepada kemampuan organisasi untuk membayar. Organisasi tidak akan membayar karyawannya sebagai kompensasi, melebihi kemampuannya. Sebab kalau tidak, organisasi tersebut akan gulung tikar.
c. Kesedian untuk membayar.
Kesedian untuk membayar akan mempengaruhi terhadap kebijaksanaan pemberian kompensasi kepada karyawannya. Banyak organisasi yang mampu memberikan kompensasi yang tinggi, tetapi belum tentu mau atau bersedia untuk memberikan kompensasi yang memadai.
d. Suplai dan permintaan tenaga kerja.
Banyak sedikit tenaga kerja di pasaran kerja akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi. Bagi karyawan yang memiliki kemampuan sangat banyak akan mendapatkan kompensasi yang lebih rendah dibandingkan karyawan yang memiliki kemampuan yang langka di pasaran kerja.
e.Organisasi karyawan.
Dengan adanya organisasi karyawan akan mempenagruhi dalam pemberian kompensasi. Organisasi karyawan biasanya memperjuangkan para anggota untuk memperoleh kompensasi yang sepadan.
f. Berbagai peraturan dan perundang-undangan.
Dengan baiknya sistem pemerintahan, maka makin baik pula sistem perundang-undangan, termasuk di bidang perburuhan. Berbagai peraturan dan undang-undang ini jelas akan mempengaruhi sistem pemberian kompensasi karyawan oleh setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta.

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Kompensasi

Kebanyakan perusahaan menentukkan tingkat besar dan kecilnya upah dipengaruhi oleh banyak hal. Factor-faktor penting yang dipergunakan sebagai acuan dalam menentukkan tingkat upah antara lain :
 Ketetapan Pemerintah
Dalam penentuan gaji yang perlu di ingat adalah bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja. Kebijaksaan pengupahan yang melindungi pekerja, meliputi :
1. Upah minimum
2. Upah kerja lembur
3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan
4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaan
5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
6. Bentuk dan cara pembayaran upah
7. Denda dan potongan upah
8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
10.Upah untuk pembayaran pesangon
11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan
Untuk menetapkan tingkat upah di beberapa perusahaan di gunakan ketentuan pemerintah tentang upah minimum regional (UMR) atau upah minimum sektorak regional (UMSR).

a. Tingkat Upah di Pasaran
Tingkat upah yang berlaku di pasaran dapat diperoleh melalui survei. Perusahaan dapat memutuskan untuk memberikan besarnya upah pada karyawannya dengan cara menyamakan atau melebihkan sedikit dari harga pasar yang berlaku, tergantung pada strategi dan kemampuan perusahaan tersebut.
b. Kemampuan Perusahaan
Kemampuan perusahaan untuk membayar upah tergantung daripada kemampuan finansial perusahaan tersebut.
c. Kualifikasi SDM yang Digunakan
Saat ini tingkat teknologi yang dipergunakan oleh perusahaan menentukkan tingkat kualitas dari sumber daya manusianya. Semakin canggih teknologinya maka akan semakin dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas.
d.Kemauan Perusahaan
Perusahaan kadang tidang ingin repot dengan faktor-faktor seperti harga pasar dan lain-lain, perusahaan hanya akan berpegang pada apa yang menurut mereka wajar.
e. Tuntutan Pekerja
Tuntutan pekerja dan kemauan perusahaanbiasanya dipertemukan dalam meja perundingan dengan cara musyawarah.

2.6. Syarat-syarat Kebijakan dan Sistem Kompensasi

Syarat-syarat agar kebijakan dan sistem kompensasi yang ditetapkan perusahaan dapat efektif :
1.Adil
Adil adalah apabila sistem kompensasi perusahaan mamberikan golongan kepangkatan dan gaji pokok yang lebih tinggi kepada pegawai yang mempunyai pendidikan formal yang lebih tinggi.
2.Atraktif dan kompetitif
Tingkat upah yang ditawarkan harus menarik dan kompetitif dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis.
3.Tetap, mudah dan mutakhir
Kebijakan dan sistem kompensasi yang digunakan perusahaan mestinya sesuai untuk perusahaan tersebut ditinjau dari berbagai aspek, termasuk budaya perusahaan.
4.Mematuhi ketentuan undang-undang dan peraturan pemerintah
Semua kebijakan, sistem dan aturan kompensasi perusahaan haruslah memenuhi ketetapan peraturan perundangan pemerintah, termasuk peraturan pemerintah dan peraturan mentri yang berlaku.
5.Cukup layak
Tingkat upah harus relatif cukup layak bagi penerimanya, sesuai dengan kemampuan perusahaan.

2.7. Komponen-komponen Kompensasi

1. Gaji
Gaji adalah suatu bentuk pembayaran periodik dari seorang majikan pada karyawannya yang dinyatakan dalam suatu kontrak kerja. Dari sudut pandang pelaksana bisinis, gaji dapay dianggap sebagai biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan sumber daya manusia untuk menjalankan operasi dan karenanya dapat disebut dengan biaya personil atau biaya gaji.
Gaji merupakan balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai seorang karyawan yang memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan perusahaan. Atau dapat juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang karena kedudukannya dalam perusahaan.

a. Prinsip Penggajian

Terdapat 6 (enam) prinsip penggajian yang melandasi penyusunan atau penyempurnaan suatu sistem penghargaan:
1. Seimbang, yaitu penggajian hendaknya berdasarkan berat-ringannya pekerjaan
2. Layak, yaitu gaji harus bersaing (kompetitif) dipasar tenaga kerja
3. Wajar, yaitu struktur gaji yang disusun, disesuaikan dengan kemampuan perusahaan
4. Memotivasi, yaitu sistem penggajian yang ada harus dapat memotivasi untuk lebih produktif, lebih disiplin, lebih bersemangat, dan berkinerja maksimal.
Selain empat prosedur diatas, maka sistem penggajian akan lebih sempurna jika
dilengkapi dengan prinsip:
5. Adil secara prosedural, yaitu sistem penggajian harus dilengkapi dengan implementasi prosedur secara konsisten dan dengan komitmen tinggi.
6. Adanya keadilan individual, dimana dalam sistem penggajian mempertimbangkan
kinerja individual. Perancangan dan pelaksanaan sistem remunerasi haruslah memastikan bahwa terdapat keadilan eksternal, keadilan internal dan keadilan individu melalui perancangan dan penerapan struktur dan komponen remunerasi yang efektif dan pelevelan yang tepat.
2. Insentif
Insentif adalah penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewktu-waktu. Oleh karena itu insentif sebagai bagian dari keuntungan, terutama sekali diberikan pada pekrja yang bekerja secara baik atau yang berprestasi.

a. Tujuan Insentif

Tujuan utama dari insentif adalah untuk memebrikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Sedangkan bagi perusahaan, insentif merupakan strategi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, dimana produktivitas menjadi suatu hal yang sangat penting.

b. Penggolongan insentif
• Insentif individu
Program insentif individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu. Insentif individu bisa berupa upah per output (misalkan menggunakan satuan potong) dan upah per waktu (misalkan menggunakan jam) secara langsung. Pada upah per potong terlebih dahulu ditentukan berapa yang harus dibayar untuk setiap unit yang dihasilkan.
• Insentif kelompok
Pembayaran insentif individu seringkali sukar untuk dilaksanakan karena untuk menghasilkan sebuah produk dibutuhkan kerja sama, atau ketergantungan dari seseorang dengan orang lain. Oleh sebab itu, insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan. Para anggotanya dapat dibayarkan dengan tiga cara, yaitu (1) seluruh anggota menerima pembayaran yang sam,a dengan pembayaran yang diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya, (2) semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh mereka yang paling rendah prestasi kerjanya, dan (3) seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata pembayaran yang diterima oleh kelompok.

c. Program Insentif

system insentif ada pada hampir setiap jenis pekerjaan dari tenaga kerja manual sampai profesional, manajer dan pekerja eksekutif, insentif secara umum dibahas sebagai berikut :
a. Piecework
Insentif yang yang diberikan berdasarkan jumlah output atau barang yang dihasilkan pekerja. System ini bersifat individual, standarnya output per unit, kelihatannya cocok digunakan untuk pekerjaan yang outputnya sangat jelas dan dapat dengan mudah diukur dan umumnya terdapat pada level yang sangat operasional dalam organisasi.
b.Production Bonus
Tambahan upah yang diterima karena hasil kerja melebihi standar yang ditentukan, dimana karyawan juga mendapatkan upah pokok. Bonus juga dapat dikarenakan pekerja menghemat waktu penyelesaian pekerjaan. Pada umumnya bonus dihitung berdasarkan tingkat tariff tertentu untuk masing-masing unit produksi.
c.Commision
Insentif yang diberikan berdasarkan jumlah barang yang terjual. System ini biasanya digunakan untuk tenaga penjual atau wiraniaga. System ini bersifat individual, standarnya adalah hasil penjualan yang dapat diukur dengan jelas.
d.Maturity Curve
Gaji dapat dikelompokkan dalam suatu kisaran dari minimal sampai maksimal. Ketika seseorang (biasanya karyawan ahli atau professional) sudah mencapai tingkat gaji maksimal, untuk mendorong karyawan terus berprestasi, organisasi mengembangkan apa yang disebut dengan maturity curve atau kurva kematangan, yang merupakan kurva yang menunjukkan jumlah tambahan gaji yang dapat dicapai sesuai dengan prestasi kerja dan masa kerja sehingga mereka diharapkan terus meningkatkan prestasi.
e. Pay- for- Knowledge/pay-for-skill Compensation
Pemberian insentif yang didasarkan bukan pada apa yang dikerjakan oleh karyawan akan menghasilakn produk nyata, tetapi pada apa yang dapat dilakukan untuk organisasi melalui pengetahuan yang diperoleh, yang diasumsikan memepunyai pengaruh besar dan penting bagi organisasi. Dasar pemikirannya adalah seseorang yang mempunyai tambahan pengetahuan mempunyai kemungkinan tambahan tugas yang dapat dilakukan untuk organisasi. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan atau kompetensi organisasi melalui ketersediaan (supply) karyawan internal, dan meningkatkan fleksibilitas karyawan untuk mengisi beberapa jabatan yang berbeda, dimana ini menjadi suatu keuntungan bagi perusahaan.
f.Nonmonetary incentive
Insentif umumnya berupa uang, tetapi insentif dapat pula dalam bentuk lain. Sebagai contoh dalam bentuk materi baru ( seperti gantungan kunci hingga topi), sertifikat, liburan, dan lain-lain. Hal ini dapat berarti sebagai pendorong untuk meningkatkan pencapaian usaha seseorang. Adapula insentif diberikan dalam bentuk usaha perubahan seperti rotasi kerja, perluasan jabatan, dan pengubahan gaya.
g.Insentif Eksekutif
Bonus yang diberikan kepada para manajer atau eksekutif atas peran yang mereka berikan untuk menetapkan dan mencapai tingkat keuntungan tertentu bagi organisasi. Insentif ini dalam bentuk bonus tahunan yang biasanya disebut bonus jangka pendek, atau kesempatan pemilikan perusahaan melalui pembelian saham perusahaan dengan harga tertentu yang biasanya disebut dengan bonus jangka panjang.
3. Bonus

Bonus adalah pemberian pendapatan tambahan bagi pekerja yang hanya diberikan setahun sekali bila syarat-syarat tertentu dipenuhi. Pertama, bonus hanya dapat diberikan bila perusahaan memperoleh laba selama setahun fiscal yang berlalu, karena bonus biasanya diambil dari keuntungan bersih yang di peroleh perusahaan. Kedua, bonus tidak diberikan secara merata kepada semua karyawan, besarnya bonus dikaitkan dengan prestasi kerja individu.

4. Benefit

Benefit adalah tunjangan seperti asuransi jiwa, kesehatan, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun dan tunjangan lainnya.

2.8. Pengertian Motivasi

Kata motivasi (motivation) kata dasarnay motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alas an seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/ kegiatan yang berlangsung secara sadar.

2.9. Hubungan motivasi dengan sistem upah

Dari sisi lain suli untuk mewujudkan system upah yang dapat memotivasi pekerja. Salah satu sebabnya ternyata banyak ditemui kenyataan para manajer berupaya menekan pembiayaan (cost) seminimal mungkin melalui pembayaran upah. Sebaliknya para pekerja mengharapkan pemberian upah dalam jumlah maksimal, atau sekurang-kurangnya memenuhi unsur kewajaran (kelayakan) dan keadailan. Berikutnya dihadapi pula kesulitan dalam menetapkan besarnya upah yang dapat memotivasi kerja. Kesulitan terutama sekali disebabkan oleh adanya berbagai perbedaan secara individual, kelompok/tim dan berdasarkan pangkat dan jabatan dalam keseluruhan organisasi/perusahaan.
Sehubungan dengan uraian-uraian diatas, ternyata dalam sistem pengupahan yang banyak dipersoalkan para pekerja sebagai motivasi kerja adalah pemberian insentif, dengan tidak mengurangi arti dan peranan upah yang juga dapat dipergunakan untuk memotivasi kerja. Upah dasar sebagai motivasi terkait dengan pangkat dan jabatan/posisi. Satu diantaranya bahwa ada pekerja yang menilai dirinya memiliki peluang untuk memperoleh pangkat atau jabatan yang lebih tinggi, yang tidak menjadi motivasi bagi pekerja yang tidak memiliki peluang tersebut. Sedang yang lainnya jika pekerja merasa terancam kehilangan pekerjaan atau jabatannya, bilamana tidak berprestasi dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya. Upah/gaji yang telah stabil tidak atau kurang berfungsi sebagai motivasi, karena sifatnya yang rutin dan lebih dirasakan sebagai hak, yang pasti diterima pada saatnya (bulanan atau mingguan)
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka perlu ditegaskan kembali bahwa dalam memotivasi para pekerja, yang banyak dipersoalkan adalah mengenai kompensasi tidak langsung, khususnya dalam bentuk yang disebut insentif.
Organisasi atau perusahaan harus menghindari pemberian insentif tanpa alasan atau dengan alasan yang tidak berhubungan dengan uapaya memotivasi pekerja agar bekerja secara efektif dan efisien. Untuk itu perlu diketahui seba-sebab pemberian insentif tidak berfungsi sebagai motivasi. Sebab-sebab dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Nilai finansial/ materialnya sebagai ganjaran/penghargaan terlalu rendah, sehingga berakibat tidak dirasakan manfaatnya oleh para pekerja.
b) Tidak terdapat hubungan antara insentif sebagai ganjaran dngan pekerjaan yang dilaksanakan. Insentif seperti itu tidak akan berfungsi sebagai motivasi karena pekerja tidak mengetahui untuk apa ganjaran itu diberikan kepadanya.
c) Tidak didasarkan pada hasil penilaian karya karena tidak pernah atau selalu dihindari pelaksanaannya oleh supervisor. Dengan kata lain tanpa penilaian karya para pekerja tidak mengetahui tentang kelebihannya dalam bekerja yang layak menerima ganjaran atau patut dihargai, karena berbeda dari pekerja lainnya. Kecenderungan memebrkan ganjaran/insentif secara sama tanpa membedakannya berdasarkan prestasi kerja , tidak akan berfungsi sebagai motivasi
d) Apabila para pekerja terkait kontrak/ perjanjian dengan serikat kerja, yang mengharuskan sebagian insentif yang diterima diserahkan untuk jangka waktu yang cukup lama. Jumlahnya yang cukup besar cenderung menimbulkan perselisihan dengn serikat kerja, yang berakibat merugikan organisasi/perusahaan. Keugian itu dapat berbbentuk insentif yang diberikan tidak berfungsi sebagai motivasi, bahkan dapat mendorong pekerja untuk memilikh lebih baik berhenti.
e) Insentif sebagai tunjangan tidak akan berfungsi sebagai motivasi untuk peningakatan prestasi jangka waktu lama, karena lebih dirasakan sebagai hak, yang tetap akan diterima meskipun tidak berprestasi.

3.1. Kesimpulan
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikannya kepada organisasi atau perusahaan tempat ia bekerja.
Jenis-jenis kompensasi ada dua yaitu kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung.Tujuan kompensasi antara lain: Menghargai prestasi kerja, Menjamin keadilan, Mempertahankan karyawan., Memenuhi peraturan-peraturan. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Kompensasi: Produktivitas,Kemampuan untuk membayar, Kesedian untuk membayar, Suplai dan permintaan tenaga kerja, Berbagai peraturan dan perundang-undangan. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penentuan Kompensasi : Ketetapan Pemerintah, Tingkat Upah di Pasaran, Kemampuan Perusahaan, dan tuntutan Pekerja.
Syarat-syarat agar kebijakan dan sistem kompensasi yang ditetapkan perusahaan dapat efektif : Adil, Atraktif dan kompetitif, Tetap, mudah dan mutakhir Mematuhi ketentuan undang-undang dan peraturan pemerintah. Komponen-komponen Kompensasi: gaji, upah bonus, insentif dan benefit.
Gaji adalah suatu bentuk pembayaran periodik dari seorang majikan pada karyawannya yang dinyatakan dalam suatu kontrak kerja. Dari sudut pandang pelaksana bisinis, gaji dapay dianggap sebagai biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan sumber daya manusia untuk menjalankan operasi dan karenanya dapat disebut dengan biaya personil atau biaya gaji.
Terdapat 6 (enam) prinsip penggajian yang melandasi penyusunan atau penyempurnaan suatu sistem penghargaan: . Seimbang, layak, wajar, memotivasi, adil secara procedural, dan adanya keadilan individual.

Insentif adalah penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewktu-waktu. Oleh karena itu insentif sebagai bagian dari keuntungan, terutama sekali diberikan pada pekrja yang bekerja secara baik atau yang berprestasi. Penggolongan insentif yaitu insentif individu dan insentif kelompok. Program Insentif diatarnya : Piecework, production bonus, commission, maturity curve, merit pay, pay for knowledge/ pay for skill compensation, nonmonetary incentive,dan insentif eksekutif.
Benefit adalah tunjangan seperti asuransi jiwa, kesehatan, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun dan tunjangan lainnya.
motivasi (motivation) kata dasarnay motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alas an seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/ kegiatan yang berlangsung secara sadar.
Dari sisi lain suli untuk mewujudkan system upah yang dapat memotivasi pekerja. Salah satu sebabnya ternyata bayak ditemui kenyataan para manajer berupaya menekan pembiayaan (cost) seminimal mungkin melalui pembayaran upah. Sebaliknya para pekerja mengharapkan pemberian upah dalam jumlah maksimal, atau sekurang-kurangnya memenuhi unsur kewajaran (kelayakan) dan keadailan. Berikutnya dihadapi pula kesulitan dalam menetapkan besarnya upah yang dapat memotivasi kerja. Kesulitan terutama sekali disebabkan oleh adanya berbagai perbedaan secara individual, kelompok/tim dan berdasarkan pangkat dan jabatan dalam keseluruhan organisasi/perusahaan.